Jumat, 01 Maret 2013


Whey Dangke
Dangke merupakan makanan khas masyarakat Kabupaten Enrekang. Kabupaten Enrekang merupakan sentra pengolahan dangke di Propinsi Sulawesi Selatan. Sekitar 6000 liter susu perhari diolah menjadi dangke (Dinas Peternakan, 2010). Dangke merupakan produk olahan susu sejenis keju lunak tanpa dilakukan proses fermentasi. Berdasarkan kandungan airnya, dangke merupakan keju lunak (soft cheese)(Ridwan, 2004).
Dangke dibuat dari susu yang dipanaskan.  Susu selanjutnya ditambahkan getah pepaya untuk memisahkan curd  dan whey (Djide, 1991). Getah pepaya mengandung papain yang merupakan salah satu jenis enzim proteolitik. Enzim ini tergolong protease sulfihidril (Winarno, 1995; Muchtadi et al., 1992).  Papain akan memutus ikatan peptida pada residu asparagin-glutamin, glutamat-alanin, leusin-valin dan fenilalanin-tirosin (Godfrey and Reichet, 1986). Papain akan bekerja secara optimal tergantung dari konsentrasi yang diberikan (Nurhidayati, 2003).
Whey susu didefinisikan sebagai serum atau bagian air dari susu yang tersisa setelah pemisahan curd dan merupakan hasil koagulasi protein susu dengan asam atau enzim proteolitik (Panesar et al., 2007).  Setiap 10 liter susu yang digumpalkan selama proses pengolahan keju akan menghasilkan sekitar 6 - 9 liter whey yang tergantung pada tipe keju (Almeida et al., 2008).  Whey hasil samping proses pembuatan keju mengandung 6,5% padatan yang terdiri atas 4,8% laktosa, 0,6% protein, 0,6% mineral, 0,15% asam laktat, 0,25% nitrogen non protein dan 0,1% lemak (Handayani, 2004). Komponen dan komposisi protein whey susu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Fraksi protein whey susu sapi
Fraksi
Kandungan
(g/l)
Total Protein Susu (%w/w)
Total whey protein
6,0
19,3
β-laktoglobulin
3,2
10,0
α-laktalbumin
1,2
3,1
Serum albumin
0,3
1,2
Immunoglobulin
0,7
2,0
Laktoferin, lisosim & laktoperoksidase
0,8
2,4
Mazza (1998)
Whey merupakan salah satu sumber protein dari produk peternakan, yakni dari susu sapi -yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan yang penting bagi manusia.http://www.livestockreview.com/wp-content/uploads/2011/07/keju-dan-whey-217x300.jpg
Whey adalah hasil sampingan dari produksi keju yang tadinya pada waktu sebelumnya tidak dimanfaatkan, hanya dibuang begitu saja.
Namun saat ini,protein whey telah dimanfaatkan seluas-luasnya oleh industri makanan dan minuman. Whey termasuk dalam salah satu ingridien fungsional. Whey merupakan protein susu yang sulit digumpalkan. Jadi, ketika sebuah industri membuat keju misalnya, yang menggumpal adalah protein susu yang disebut kasein. Adapun protein lain, yakni whey tidak atau sulit digumpalkan. Maka, whey jaman dulu kerap dianggap sebagai hasil samping pembuatan keju.
Kini, berbagai riset membuktikan manfaat whey protein cukup besar, di antaranya sebagai antioksidan, antikarsinogenik, dan sekarang whey protein digunakan sebagai asupan utama untuk membangun otot tubuh. Whey juga banyak digunakan sebagai ingridien processed food seperti untuk baso, nugget, sosis, atau aneka snack.
Penggunaan whey protein juga lebih banyak ditujukan kepada konsumen yang memiliki perhatian yang lebih terhadap kesehatan, karena melihat dari sifat produk ini yang memang merupakan bahan baku produk makanan dan minuman yang memiliki aneka manfaat kesehatan karena kandungan berbagi zat gizi di dalamnya.

Umumnya industri susu tradisional tidak mempunyai sistem perlakuan yang tepat untuk membuang whey. Potensi pangan dan energi whey akan hilang apabila tidak dimanfaatkan, mengingat whey mengandung sekitar 55% total nutrisi dari susu (Vinderola et al., 2000). Disamping itu menurut Almeida et al. (2008), pembuangan whey ke lingkungan dapat menyebabkan polusi lingkungan sekitar karena whey dapat menyebabkan pengaruh kuat terhadap lingkungan. Whey memiliki konsentrasi bahan organik terlarut seperti protein dan sumber energi ke lingkungan. Nilai BOD (Biochemical oxygen Demand) whey berbeda-beda dari 30.000 - 50.000 mg/g tergantung pada buangan susu dalam whey. Vinderola et al. (2000), Staszewski and Jagus (2008) menyatakan bahwa pengolahan limbah whey dibutuhkan sebagai solusi terhadap pencegahan pencemaran lingkungan dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan manusia. Teknologi pengolahan biologi sangat membantu dalam pengamanan limbah whey. Metode ini membutuhkan biaya yang besar untuk pelaksanaannya dan menjadi kendala penggunaan untuk industri tradisional.
Salah satu cara untuk mengatasi agar whey tidak terbuang percuma  yang dapat menimbulkan polusi lingkungan maka whey seharusnya diolah menjadi produk yang bermanfaat serta bernilai ekonomis tinggi. Kandungan laktosa dan nutrisi essensial whey merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut menjadi pertimbangan untuk menghasilkan produk dengan memanfaatkan mikroorganisme (Vinderola  et al., 2000).
Whey susu sapi mengandung sekitar 20% protein dari total protein yang ada pada susu (Tabel 1). Naim (2008), Madureira et al. (2007) dan Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa laktoferin merupakan glikoprotein pengikat zat besi yang kebanyakan dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Laktoferin memiliki potensi untuk menghambat (bakteriostatik) hingga membunuh (bakteriolisis) bakteri dengan menghambat kebutuhan zat besinya. Laktoferin umumnya bersifat bakteriostatik terhadap sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri Gram negatif dengan kebutuhan zat besinya yang tinggi, dan juga beberapa Gram positif seperti Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes. Lisosim memiliki aktivitas antibakterial terhadap sejumlah bakteri. Senyawa tersebut akan membunuh bakteri dengan disrupsi pembentukan ikatan glikosidik di antara dua komponen peptidoglikan yang terdapat pada dinding sel bakteri. Laktoperoksidase memiliki potensi untuk menghambat hingga membunuh bakteri dengan mengoksidasi kelompok sulfhidril membran sel. Laktoperoksidase umumnya bersifat bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan bersifat bakteriolisis terhadap bakteri Gram negatif.  Naim (2008) lebih lanjut mengemukakan bahwa bakteri asam laktat dalam lambung dan intestin memiliki kebutuhan besi yang rendah dan secara umum tidak terpengaruh oleh laktoferin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar