Selasa, 11 September 2012

Enzim Eksogen...?



Enzim Eksogen

Golongan enzim eksogen yang merupakan enzim proteolitik yang bekerja pada proses pengempukan daging juga golongan eksopeptidase yaitu enzim pengempuk daging yang berasal dari luar sel atau lingkungan. Penggunaan enzim dilakukan dengan cara penaburan di atas daging, perendaman dalam larutan enzim dan penyuntikan pada bagian karkas.
Beberapa enzim dalam tanaman yang memiliki peranan dalam proses pengempukan daging seperti papain, bromelin dan fisin yang banyak digunakan meskipun sesungguhnya ketiga enzim tersebut berbeda cara hidrolisanya namun fisin mempunyai keaktifan paling baik dalam menghidrolisis serabut otot, kolagen dan elastin.

a) Bromeilin
Enzim bromelin, berasal dari nenas. Walaupun nilai komersilanya tidak setinggi papain tetapi protease ini dapat dipertimbangkan khususnya dari limbah industri yang mengolah nenas. Aktivitas enzim bromelin dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakain dan waktu penggunaan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda.
b) Papain
Enzim papain dari getah pepaya dapat disadap dari buahnya yang berumur 2,5 – 3 bulan dimana dapat digunakan untuk pengempukan daging disamping sebagai penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri farmasi dan alat – alat kecantkan ( kosmetik ). Enzim papain mempunyai daya tahan terhadap panas. Suhu optimumnya berkisar 60-700C. aktivitasnya berkurang sekitar 20 % pada pemanasan 700C selama 30 menit pada pH 7. Papain menghidrolisis serabut otot dan elastin lebih baik daripada kolagen. Papain cocok dipergunakan sebagai pengempukan daging karena aktif pada keadaan pH daging.
c) Fisin
Fisin adalah preparat enzim fisin baik dalam bentuk kasar ataupun kristal. Keaktifan fisin hampir sama dengan papain. Enzim ini dapat diaktifkan dengan senyawa tiol dan diinaktifkan oleh senyawa suifhidril dan oleh logam berat Hg. Fisin mempunyai kestabilan yang baik pada pH 3,5 – 9,0. suhu optimum tergantung pada reaksinya, biasanya sekitar 600 dan pada 800 fisin hilang keaktifannya.




LITERATUR ENZIM



ENZIM
Enzim merupakan suatu produk dari atu proses biologis yang merupakan kombinasi berbagai jenis enzim pencernaan antara lain Alfa amilase, Beta gluconate, Pectinase, Celulase, Pullulanase, Endoprotease dan lain-lain. Enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan dan mikroba. Namun yang paling, menguntungkan adalah dari mikroba karena dapat diproses dalam waktu singkat, mutunya lebih seragam dan harganya relatif murah. Sifat umum enzim adalah sebagai katalisator untuk reaksi kimia pada sistem biologis, dan pada hakekatnya semua reaksi biokimia dikatalis oleh enzim. Akhir-akhir ini enzim banyak dipromosikan sebagai imbuhan pakan ternak yang bertujuan untuk mengurangi atau menghancurkan faktor-faktor anti nutrisi yang ada dalam pakan, meningkatkan daya cerna bahan pakan, meningkatkan ketersediaan zat- zat gizi tertentu dan mengurangi masalah polusi akibat kotoran ternak.
 Sehingga dengan penambahan enzim ke dalam pakan bertujuan untuk mempercepat proses pencernaan dan mempertinggi penggunaan pakan bagi tubuh.Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, inhibitor/zat penghambat, temperatur, dan derajat keasaman. Enzim menurut susunan kimianya termasuk protein. Seperti halnya protein, enzim akan terdenaturasi oleh panas, terendapkan oleh etanol dan garam-garam organik seperti amonium sulfat dan natrium sulfat serta tidak dapat melewati membran semi permiabel atau tidak terdialisasi.
Sejak jaman dahulu manusia sudah mengenal Bioteknologi. Dahulu bioteknologi diasumsikan berupa pengolahan makanan dan minuman menggunakan mikroba. Dahulu bioteknologi hanya menghasilkan tempe, keju, anggur, yogurt, dsb. Seiring dengan perkembangan jaman, Bioteknologi menghasilkan alkohol, penicilin, sampai kemudian antibbodi monoklonal.
Bioteknologi itu sendiri merupakan penerapan asas-asas sains (ilmu pengetahuan alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu bahan dengan melibatkan aktivitas jasad hidup untuk menghasilkan barang dan/atau jasa (Bull, et all, 1982). Jasad hidup yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah agen biologi. Bioteknologi di era modern sekarang banyak menghasilkan produk dalam skala industri. Dalam memanfaatkan agen biologi, bioteknologi menggunakan peranan penting enzim, sehingga enzim memegang peranan penting dalam industri.
Enzim adalah protein tidak beracun namun mampu mempercepat laju reaksi kimia dalam suhu dan derajat keasaman yang lembut. Produk yang dihasilkannya sangat spesifik sehingga dapat diperhitungkan dengan mudah. Walaupun berat mikroba, seperti contohnya bakteri hanya mencapai sepersejuta gram, kemampuan kimiawinya cukup mengagumkan. Selnya tersusun atas ribuan jenis zat kimia, kebanyakan diantaranya bersifat sangat kompleks. Semua zat ini tentunya dibangun dengan reaksi kimia dari bahan-bahan penyusun yang relatif sederhana yang ditemukan mikroba di lingkungannya. Semua reaksi kimia harus terkoordinasi secara harmonis dan protein yang disebut enzim memainkan peran utama pada setiap tahap.
Enzim menjadi primadona industri bioteknologi saat ini dan di masa yang akan datang karena melalui penggunaannya, energi dapat dihemat dan akrab dengan lingkungan. Saat ini penggunaan enzim dalam industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri kulit dan kertas di Indonesia semakin meningkat. Dilaporkan, enzim amilase yang digunakan dalam industri tekstil di Bandung - Jawa Barat, jumlahnya tidak kurang dari 4 ton per bulan atau sekitar 2- 3 juta dolar Amerika setiap bulannya dan semuanya diimpor.
Pengertian dan Peranan Enzim
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator (protein katalitik) untuk reaksi-reaksi kimia di dalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reaksi telah selesai. Suatu katalis adalah suatu agen kimiawi yang mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi tersebut. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi substrat, pH, suhu, dan inhibitor (penghambat). (Campbell, 1987: 98).
Berbeda dengan katalisator nonprotein (H+, OH-, atau ion-ion logam), tiap-tiap enzim mengkatalisis sejumlah kecil reaksi, kerapkali hanya satu. Jadi enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalis oleh enzim, sehingga terdapat banyak jenis enzim.
Menurut Smith (1981: 39), enzim merupakan komplek molekul organik yang berada dalam sel hidup yang beraksi sebagai katalisdalam mempercepat laju reaksi kimia. Tanpa enzim, tidak akan ada kehidupan. Meskipun enzim hanya dibentuk dalam sel hidup, namun beberapa dapat dipisahkan dari selnya dan melanjutkan fungsinya dalam kondisi in vitro.
Menurut Steve Prentis (1990: 12), enzim adalah katalisator biologis, karena suatu katalisator merupakan suatu senyawa yang mempercepat laju reaksi kimia. Hampir semua reaksi kimia yang penting bagi kehidupan akan berlangsung sangat lambat tanpa adanya katalisator yang sesuai.
Bisa disimpulkan bahwa enzim merupakan senyawa organik bermolekul besar yang berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi metabolisme di dalam tubuh tanpa memperngaruhi keseimbangan reaksi. Dari beberapa pengertian tersebut jelaslah bahwa enzim sangat berperan dalam sebagian besar reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup, tak terkecuali mikroba yang banyak digunakan sebagai agen biologi dalam bioteknologi.
Mekanisme kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Banyak enzim menggunakan lebih dari satu substrat tetapi untuk memahami prinsip dasar kerja enzim dengan mudah dengan memperhatikan reaksi enzim dengan satu substrat seperti berikut (Primrose, 1987: 40):
Enzim (E) + Substrat (S) kompleks enzim + produk (P)
Substrat (ES)
Segera setelah enzim bergabung dengan substratnya, akan bebas kembali.
http://dc147.4shared.com/img/YAHtheta/preview_html_17f4decd.jpg
Gambar 1. Reaksi Enzim dan Substrat
Kemampuan enzim yang unik, spesifik terhadap substrat meningkatkan penggunaannya dalam proses industri secara kolektif yang dikenal dengan istilah teknologi enzim. Teknologi enzim mencakup produksi, isolasi, purifikasi, menggunakan bentuk yang dapat larutdan akhirnya sampai pada immobilisasi dan penggunaan enzim dalam skala yang lebih luas melalui sistem reaktor.
Peranan teknologi enzim berkontribusi pada pemecahan beberapa masalah vital di era modern seperti sekarang, misalnya produksi makanan, kekurangan dan pemeliharaan energi, dan peningkatan lingkungan. Teknologi baru ini dasarnya dari biokimia tetapi diterangkan lebih luas dengan mikrobiologi, kimia, dan proses alat teknologi yang mendukung keberadaan sains.
  1. Sumber Enzim
Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari jaringan tumbuhan, hewan, dan dari mikroorganisme yang terseleksi. Enzim yang secara tradisional diperoleh dari tumbuhan termasuk protease (papain, fisin, dan bromelain), amilase, lipoksigenase, dan enzim khusus tertentu. Dari jaringan hewan, enzim yang terutama adalah tripsin pankreas, lipase dan enzim untuk pembuatan mentega. Dari jaringan hewan, enzim yang terutama adalah tripsin pankreas, lipase, dan enzim untuk pembuatan mentega. Dari kedua sumber tumbuhandan hewan tersebut mungkin timbul banyak persoalan, yakni: untuk enzim yang berasal dari tumbuhan, persoalan yang timbulantara lain variasi musim, konsentrasi rendah dan biaya proses yang tinggi. Sedangkan yang diperoleh dari hasil samping industri daging, mungkin persediaan enzimnya terbatas dan ada persaingan dengan pemanfaatan lain. Sekarang jelas bahwa banyak dari sumber enzim yang tradisional ini tidak memenuhi syarat untuk mencukupi kebutuhan enzim masa kini. Oleh karena itu, peningkatan sumber enzim sedang dilakukan yaitu dari mikroba penghasil enzim yang sudah dikenal atau penghasil enzim-enzim baru lainnya.
Program pemilihan produksi enzim sangat rumit, dan dalam hal tertentu jenis kultivasi yang digunakan akan menentukan metode seleksi galur. Telah ditunjukkan dahwa galur tertenttu hanya akan menghasilkan konsentrasi enzim yang tinggi pada permukaan atau media padat, sedangkan galur yang lain memberi respon pada teknik kultivasi terbenam (submerged), jadi teknik seleksi harus sesuai dengan proses akhir produksi komersial.
Beberapa sumber enzim disajikan dalam tabel berikut:
Enzim
Sumber
α-amilase
Aspergillus oryzae
Bacillus amyloliquefaciens
Bacillus licheniformis
β-glukonase
Aspergillus niger
Bacillus amyloliquefaciens
Glucoamylase
Aspergillus niger
Rhizopus sp
Glukosa isomerase
Arthobacter sp
Bacillus sp
Lactase
Kluyveromyces sp
Lipase
Candida lipolytica
Pectinase
Aspergillus sp
Penicilin acylase
Eschericia coli
Protease, asam
Aspergillus sp
Protease, alkali
Aspergillus oryzae
Bacillus sp
Protease, netral
Bacillus amyloliquefaciens
Bacillus thermoproteolyticus
Pullulanase
Klebsiela aerogenes
Tabel 1. Enzim dan sumbernya (Primrose, 1987: 80)

  1. Produksi Enzim
Produksi enzim secara industri saat ini sangat mengandalkan metode fermentasi tangki dalam (deep tank). Penggunaan mikroorganisme sebagai sumber bahan produksi enzim dikembangkan dengan beberapa alasan penting, yaitu:
  1. Secara normal mempunyai aktivitas spesifik yang tinggi per unit berat kering produk.
  2. Fluktuasi musiman dari bahan mentah dan kemungkinan kekurangan makanan kaitannya dengan perubahan iklim.
  3. Mikroba mempunyai karakteristik cakupan yang lebih luas, seperti cakupan pH, dan resistansi temperatur.
  4. Industri genetika sangat meningkat sehingga memungkinkan mengoptimalisasi hasil dan tipe enzim melalui seleksi strain, mutasi, induksi dan seleksi kondisi pertumbuhan, yang akhir-akhir ini, menggunakan inovasi teknologi transfer gen.
Bahan mentah (raw material) untuk industri fermentasi enzim biasanya terbatas pada unsur-unsur dimana bahan tersedia dengan harga yang murah, dan aman secara nutrisi. Beberapa yang lazim menggunakan substrat amilum hidrolase, mollase, air dadih, dan beberapa gandum.
Dalam produksi enzim, menggunakan batch untuk proses fermentasi dengan aerasi yang baik (diagram 1), tetapi proses mungkin ditingkatkan dengan memelihara satu atau beberapa komponen selama fermentasi.
http://dc147.4shared.com/img/YAHtheta/preview_html_m4d0271d4.jpg
Diagram 1. Penggambaran tahap dalam persiapan produksi enzim cair
Beberapa enzim yang digunakan dalam skala industri adalah enzim ekstraseluler, enzim yang secara normal dihasilkan oleh mikroorganisme sesuai dengan substratnya dalam lingkungan eksternal dan dapat disamakan dengan enzim pencernaan pada manusia dan hewan. Kemudian ketika mikroorganisme memproduksi enzim untuk memisahkan molekul eksternal besar agar bisa dicerna biasanya digunakan media fermentasi. Dalam fermentasi sari dari kultivasi mikroorganisme tertentu, seperti contoh, bakteri, yeast atau filamentous jamur, dijadikan sumber utama protease, amilase dan sedikit selolosa, lipase, dsb. Kebanyakan industri enzim hidrolase mampu bertindak tanpa komplek kofaktor, yang segera dipisahkan dari mikroorganisme tanpa merusak dinding sel dan larut dalam air. Beberapa enzim intraseluler, sekarang juga banyak diproduksi secara industri dan diantaranya glukosa oksidase untuk pengawetan makanan, asparginase untuk terapi kanker, dan penicilin asilase untuk antibiotikTahap pemulihan standar untuk enzim ekstraseluler seperti berikut: memindah mikroorganisme, mengkonsentrasikan, penambahan bahan pengawet, standarisasi dan pengepakan. Untuk ekstraksi enzim intraseluler memerlukan cara mekanis, fisik atau gangguan kimiapada dinding sel atau membran.
Pada akhir proses fermentasi, kondisi ideal adalah cairan dengan konsentrasi enzim tinggi, sebuah organisme biomass yang mudah dipisahkan.
Produk enzim yang aman sebaiknya mempunyai potensi alergi yang rendah, dan dalam partikelnya terbebas dari kontaminan.

  1. Legislasi Enzim
Produk enzim dari mikroba harus memenuhi spesifikasi yang ketat berkenaan dengan sifat racun dan aspek keamanan yang lain. Lingkup pemikiran penting yang berhubungan dengan penentuan keamanan dari enzim komerisal teruatam adalah :
  1. Reaksi alergenik yang disebabkan oleh suatu protein yang ada dalam produk termasuk protein enzim dan bahan lainnya.
  2. Aktivitas katalisis dari enzim.
  3. Terjadinya senyawa racun, seperti mikotoksin dan antibiotika.
Mikroorganisme yang digunakan utuk memproduksi enzim dpat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok. Tergantung pada kelompoknya, maka ada tingkatan yang berbeda dalam pengujian sifat racunnya. Kelompok mikroorganisme yang secara tradisional digunakan dalam makanan dan mikroorganisme yang dianggap sebagai kontaminan tidak berbahaya yang ada dalam makanan umumnya pengujian tidak dibutuhkan. Tetapi mikroorganisme yang tidak termasuk dalam dua kelompok tersebut perlu penyelidikan sifat racun yang lebih ekstensif.
Jadi, merupakan tugas produsen untuk dapat memenuhi spesifikasi tersebut.
  1. Immobilisasi Enzim
Sebagai molekul bebas yang laruut dalam air, enzim sulit dipisahkan dari substrat dan produk, selain itu enzim sulit untuk digunakan secara berulang-ulang. Dewasa ini, berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, yaitu dengan proses immobilisasi enzim. Immobilisasi biasanya dapat dianggap sebagai perubahan enzim dari yang larut dalam air, keadaan bergerak menjadi keadaan tak bergerak yang tidak larut. Immobilisasi mencegah difusi enzim ke dalam campuran reaksi dan mempermudah memperoleh kembali enzim tersebut dari aliran produk dengan teknik pemisahan padat atau cair yang sederhana.
Immobilisasi enzim dapat dicapai dengan mengikat enzim secara kovalen ke permukaan bahan yang tak larut dalam air: pengikatan silang dengan bahan yang cocok untuk menghasilkan partikel yang baru; penjebakan di dalam suatu matrik atau gel yang permeabel terhadap enzim, substrat, dan produk; enkapsulasi; dan dengan absorbsi pada zat pendukung.
Keuntungan immobilisasi enzim antara lain;
  1. Memungkinkan penggunaan kembali enzim yang sudah pernah digunakan.
  2. Ideal untuk proses berkelanjutan (continous procces).
  3. Memungkinkan kontrol yang lebih akurat untuk proses katalisis.
  4. Meningkatkan stabilitas enzim.
  5. Memungkinkan pengambangan sistem reaksi multienzim.

  1. Aplikasi Enzim
Ribuan tahun yang lalu proses seperti membuat bir, membuat roti, dan produksi keju melibatkan enzim yang belum diketahui jenisnya. Dalam cara konvensional ini, teknologinya dipercayakan pada konversi enzim sebelum bangun pengetahuan yang koheren dikembangkan.
Di negara barat, industri menggunakan enzim pada produksi yeast dan ragi dimana pembuatan bir dan roti secara tradisional sudah jarang dikembangkan. Beberapa perkembangan awal biokimia dipusatkan pada fermentasi yeast dan konversi energi pada glukosa. Di negara timur, industri yang sama memproduksi sake dan banyak makanan fermentasi, semuanya dibuat dari filamentous fungi sebagai sumber aktivitas enzim.
Pada tahun 1896, memperlihatkan permulaan yang sebenarnya dari teknologi mikrobia enzim dengan pemasaran pertama takadiastase, campuran kasar dari enzim hidrolitik yang disiapkan pada pertumbuhan jamur Aspergillus oryzae pada tepung gandum. Perkembangan lebih lanjut dari penggunaan enzim meningkatkan proses secara konvensional ke era baru. Meskipun sebagian besar produksinya masih menghasilkan enzim kasar.
Sampai saat ini lebih dari 200 enzim telah diisolasi dari mikroorganisme, tumbuhan dan hewan, tetapi kurang dari 20 macam enzim yang digunakan pada skala komersial atau industri. Kini, produsen enzim komersial memasarkan enzim dalam bentuk kasar karena proses isolasinya lebih sederhana, terutama digunakan dalam makanan dan dalam industri detergen (menggunakan enzim amilase), industri roti (menggunakan enzim proteinase), industri pembuatan bir (menggunakan enzim betaglukanase, amiloglukosidase), industri tekstil (menggunakan enzim amilase), industri kulit (menggunakan enzim tripsin), industri farmasi dan obat-obatan (menggunakan enzim tripsin, enzim pankreatic tripsin).
REFERENSI
Albert Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Campbel and Reece. 2002. Biologi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
John E. Smith. 1981. Biotechnology. London: Edward Arnold Publisher.
Primrose. 1987. Modern Biotechnology. London: Blackwell Scientific Publications.

Artikel:
http://ms.wikipedia.org/wiki/Enzim. Diakses tanggal 10  September 2012.














KARBOHIDRAT itu apa yaa…??


KARBOHIDRAT yaitu senyawa organik terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Terdiri atas unsur C, H, O dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom H, 1 atom O. karbohidrat banyak terdapat pada tumbuhan dan binatang yang berperan struktural & metabolik. sedangkan pada tumbuhan untuk sintesis CO2 + H2O yang akan menghasilkan amilum/selulosa, melalui proses fotosintesis, sedangkan Binatang tidak dapat menghasilkan karbohidrat sehingga tergantung tumbuhan. sehingga tergantung dari tumbuhan. karbohidrat merupakan sumber energi dan cadangan energi, yang melalui proses metabolisme.

Banyak sekali makanan yang kita makan sehari hari adalah suber karbohidrat seperti : nasi/ beras,singkung, umbi-umbian, gandum, sagu, jagung, kentang, dan beberapa buah-buahan lainnya, dll.
Rumus umum karbohidrat yaitu Cn(H2O)m, sedangkan yang paling banyak kita kenal yaitu glukosa : C6H12O6, sukrosa : C12H22O11, sellulosa : (C6H10O5)n

Klasifikasi Karbohidrat:
1. Monosakarida : terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi dihidrolisis oleh larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
tidak dapat dihidrolisis ke bentuk yang lebih sederhana. berikut macam-macam monosakarida : denagn ciri utamanya memiliki jumlah atom C berbeda-beda :
triosa (C3), tetrosa (C4), pentosa (C5), heksosa (C6), heptosa (C7).
Triosa : Gliserosa, Gliseraldehid, Dihidroksi aseton
Tetrosa : threosa, Eritrosa, xylulosa
Pentosa : Lyxosa, Xilosa, Arabinosa, Ribosa, Ribulosa
Hexosa : Galaktosa, Glukosa, Mannosa, fruktosa
Heptosa : Sedoheptulosa

2. Disakarida : senyawanya terbentuk dari 2 molekul monosakarida yg sejenis atau tidak. Disakarida dapat dihidrolisis oleh larutan asam dalam air sehingga terurai menjadi 2 molekul monosakarida.
hidrolisis : terdiri dari 2 monosakatida
sukrosa : glukosa + fruktosa (C 1-2)
maltosa : 2 glukosa (C 1-4)
trehalosa ; 2 glukosa (C1-1)
Laktosa ; glukosa + galaktosa (C1-4)

3. Oligosakarida :senyawa yang terdiri dari gabungan molekul2 monosakarida yang banyak gabungan dari 3 – 6 monosakarida
dihidrolisis : gabungan dari 3 – 6 monosakarida misalnya maltotriosa

4. Polisakarida : senyawa yang terdiri dari gabungan molekul2 monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida.
hidrolisis : > 6 monosakarida rantai lurus/cabang misal : amilum, glikogen, dekstrin, inulin

Gula menunjukkan berbagai isomer . STEREOISOMER : senyawa dengan struktur formula sama tapi beda konfigurasi ruangnya
- Isomer D,L
- Cincin piranosa, furanosa
- Anomer a, b
- epimer (glukosa, galaktosa, manosa)
- Isomer aldosa, ketosa

Berikut penjelasan singkat langkah-langkah dalam metabolisme karbohidrat
1.GLIKOLISIS yaitu: dimana glukosa dimetabolisme menjadi piruvat (aerob) menghasilkan energi (8 ATP)atau laktat (anerob)menghasilkan (2 ATP).
selanjutnya Asetil-KoA --> siklus Krebs --> fosforilasi oksidatif --> rantai respirasi --> CO2 + H2O (30 ATP.

2. GLIKOGENESIS yaitu: proses perubahan glukosa menjadi glikogen. Di Hepar/hati berfungsi: untuk mempertahankan kadar gula darah. sedangkan di Otot bertujuan: kepentingan otot sendiri dalam membutuhkan energi.

3. GLIKOGENOLISIS yaitu : proses perubahan glikogen menjadi glukosa. atau kebalikan dari GLIKOGENESIS.

4. JALUR PENTOSA FOSFAT yaitu : hasil ribosa untuk sintesis nukleotida, asam nukleat dan equivalent pereduksi (NADPH) (biosintesis asam lemak dan lainnya.)

5. GLUKONEOGENESIS : senyawa non-karbohidrat (piruvat, asam laktat, gliserol, asam amino glukogenik) menjadi --> glukosa.

6. TRIOSA FOSFAT yaitu: bagian gliseol dari TAG (lemak)

7. PIRUVAT & SENYAWA ANTARA SIKLUS KREBS : untuk sintesis asam amino --> Asetil-KoA --> untuk sintesis asam lemak & kolesterol --> steroid



Cacing-Cacing Genitt..


“PENYAKIT AKIBAT GANGGUAN METABOLISME
OLEH KAUSA PARASIT”

NEMATODOSIS ALAT PENCERNAAN.
Nematodosis adalah penyakit yang timbul akibat adanya investasi oleh cacing gilik atau Nematoda. Cacing ini berada dalam alat percernaan (gastrointestinal) dan merampas sari makanan yang dibutuhkan oleh induks emang (hospes), menghisap darah dan cairan tubuh, serta memakan jaringanbtubuh. Disamping itu berbagai reaksi tubuh dapat pula timbul akibat toksin (racun) yang dihasilkan oleh cacing ini.Gangguan gangguan yang timbul akibat investasi cacing Nematoda umumnya tidak menyebabkan kematian, namun ternak menjadi kurus, pertumbuhannya terhambat, dan kondisi tubuhnya terganggu sehingga memudahkan timbulnya penyakit lain.
1. Penyebab
Sampai saat ini telah diketahui meliputi kurang lebih 50 jenis, namun beberapa jenis saja yang mempunyai arti ekonomi yang penting antara lain:
Cacing gelang Ascaris vitulorum (Neoascaris vitulorum, Toxocara vitulorum). Cacing ini hidup didalam usus halus. Infeksi karena cacing ini sering terjadi menjelang kelahiran pedet. Infeksi yang terjadi pada pedet sangat serius, sedangkan untuk sapi yang tua lebih tahan terhadap infeksi.
Cacing bungkul (Oesophagostomum spp.)
Larva cacing ini membentuk bungkul di usus halus dan usus besar, tetapi bentuk dewasa hanya terdapat diusus besar.
Cacing kait.        
Bunostomum spp.
Agriostomum spp.
Cacing kait ini menyerang usus halus sapi, domba dan kambing. Pada sapi disebabkan oleh B. phblebotomum.
Cacing lambung
Haemonchus spp
Micistocirrus spp.
Yang paling dikenal adalah Haemonchus contortus, menyerang sapi, kambing dan domba. Cacing ini dijumpai di abomasum. Oleh karena itu sering disebut sebagai cacing lambung.
Cacing rambut
Trichostrongylus spp.
Cooperia spp.
Ostertagia spp.
Nematodirus spp.
Cacing ini dijumpai di usus halus, kecuali Trichostronylus axei dijumpai di lambung.
2. Penularan
Pada umumnya penularan melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh telur atau larva cacing yang infektif. Ada juga penularan melalui penembusan kulit oleh larva (misalnya: Bunostomum sp.)
3. Tanda tanda penyakit
Cacing gelang :
Tanda tanda sering dijumpai pada anak sapi umur 2 sampai 20 minggu, dengan tanda tada sebagai berikut :
- Ternak mengalami diare, kotorannya tercium bau asam butirat.
- Tidak ada nafsu makan, kulit kering, bulu berdiri dan ternak menjadi kurus.
- Apabila terjadi komplikasi dengan penyakit lain ternak mengalami kematian
Cacing bungkul :
• Adanya bungkul bungkul didalam colon.
• Nafsu makan turun, kurus.
• Diare, tinja berwarna hitam, lunak berlendir dan kadang kadang terdapat darah segar.
• Ternak kelihatan anemia, busung.
Cacing kait
• Cacing ini menempel pada dinding usus sangat kuat dengan gigi gigi yang tajam serta memakan jaringan serta mengisap darah sehingga timbul anemia.
• Nafsu makan turun, kurus, kulit kasar dan bulu kusam.
• Kadang kadang ditemukan busung di bawah rahang (bottle jaw).
• Diare berwarna coklat tua dan tinjanya lunak.
Cacing lambung
• Karena cacing ini berlokasi di lambung, maka gejala gejala diare jarang terjadi.
• Busung di bawah rahang bawah (bottle jaw).
Cacing rambut
• Kurus.
• Diare berwarna hijau kehitaman.
4. Pencegahan.
• Sanitasi kandang yang baik.
• Pemberian pakan yang berkualitas dan cukup jumlahnya.
• Menghindari kepadatan ternak dalam kandang.
• Pemisahan antara ternak dewasa dengan muda.
• Menghindari tempat tempat yang becek.
• Pemeriksaan kesehatan ternak dan pemberian obat cacing secara teratur.
5. Pengobatan.
Pengobatan ascariasis pada anak sapi dapat dilakukan pada umur 2 – 3 minggu, kemudian diulangi 2 – 3 kali dengan selang waktu satu tahun.
Pengobatan massal dilakukan 3 minggu setelah datangnya musim hujan, kemudian diulangi dengan selang waktu 6 minggu sampai permulaan musim kemarau.
Pengobatan terhadap penyakit cacing gastrointestinal dapat diberikan dengan obat obat sebagai berikut:
Tetramison (bahan aktif: Tetramisole HCl), dengan dosis:
- Sapi: 10 mg/ Kg BB dan kambing/ domba: 7,5 mg/ Kg BB, diberikan secara IM/ SC.
- Sapi : 15 mg/ Kg BB dan kambing/ domba : 12 mg/ Kg BB, diberikan peroral ( melalui mulut ).
Pipedon (bahan aktif: Piperazine), dosis : 220 mg/ Kg BB, diberikan secara peroral (per tablet untuk berat badan 6 - 10 Kg).
Phenothiazine, dosis:
- Sapi: 10 – 60 gram/ 50 Kg BB. (peroral).
- Kambing/ domba: 12,5 – 50 gram/ 50 Kg BB (peroral).
Panacur (bahan aktif: Febendazole), dosis:
- Sapi: 7,5 mg/ Kg BB (peroral).
- Kambing/ domba: 5 mg/ Kg BB (peroral).
Ivomec (bahan aktif: Ivermectin), dosis:
- Sapi, kerbau, kambing dan domba: 200 mg/ Kg BB. (Subcutaneus)
Monil (bahan aktif: 1.125 mg Albendazole/ bolus), dosis:
- Sapi dengan berat badan > 75 Kg: 0.5 bolus.
- Sapi dengan berat badan 75 – 150 Kg: 1 bolus.
- Sapi dengan berat badan 150 – 300 Kg: 2 bolus.
- Sapi dengan berat badan 300 – 450 Kg: 3 bolus
- Sapi dengan berat badan 450 – 600 Kg: 4 bolus.
Pengobatan secara tradisional sebagai berikut :
ü  Tepung buah pinang dicampur dengan nasi hangat, dikepal kepal, kemudian dipaksakan untuk dimakan oleh ternak.
ü  Biji pinang segar digiling, ditambah air 1 gelas. Diberikan setiap hari sampai sembuh.
ü  Haluskan daun tembakau, kemudian dicampur dengan 1 gelas air, diminumkan sehari sekali sampai sembuh.
ü  Daun kelor yang sudah tua dibakar, kemudian abunya dicampur air dan diminumkan. Pengobatan diulang 1 minggu kemudian.
ü  Tiga lembar daun pepaya dihaluskan, kemudian dicampur dengan 1 gelas air dan 1 sendok teh garam. Diberikan setiap hari sampai sembuh.
ü  Daun waru segar (secukupnya) dihaluskan, kemudian ditambahkan 1 sendok daun teh, campur dengan air. Diberikan setiap hari sampai sembuh.
ü  Daun jambu dihaluskan, ditambah air secukupnya, kemudian diberikan kepada ternak sehari sekali sampai sembuh.
6. Hubungan Kesehatan Masyarakat.
Ternak yang menderita nematodosis boleh dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi.

PARASIT CACING
FASCIOLASIS
Nama lain : Distomatosis, Cacing Hati
Penyakit cacing ini bersifat kronis pada sapi/ kerbau dan bersifat akut pada kambing dan domba. Cacing ini berada dalam saluran empedu atau usus yang menyebabkan kerusakan hati. Kerbau yang memiliki kebiasaan berendam dalam kubangan berpeluang besar untuk terkena infeksi cacing ini. Kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit adalah: kerusakan hati yang akan menyebabkan kematian, penurunan berat badan, pertumbuhan terganggu, penurunan tenaga kerja dan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang oleh penyakit lain.
1. Penyebab
Penyakit disebabkan oleh cacing Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica, yang hidup di dalam saluran empedu. Bentuknya seperti daun sehingga disebut juga cacing daun
2. Penularan
Cara penularan Fasciola melalui induk semang perantara yaitu siput genus Limnea. Cacing bertelur dalam saluran empedu ternak dan dibawa oleh cairan empedu masuk kedalam usus yang kemudian akan keluar bersama tinja. Bila cuaca cocok, maka telur akan memetas dan mengasilkan larva stadium pertama atau mirasidium dalam waktu 9 hari. Mirasidium berenang di air dengan menggunakan silia yang menutupi tubuhnya. Bila bertemu dengan siput genus Limnea, mirasidium menembus jaringan siput membentuk sporosis. Pada stadium lebih lanjut,
setiap sporosis akan terbentuk menjadi 5 – 8 buah redia yang selanjurnya akan membentuk serkaria dan kemudian diikuti oleh stadium akhir metaserkaria yang infektif. Ternak (sapi, kerbau, kambing dan domba) akan terinfeksi oleh penyakit ini apabila makan rumput yang mengandung metaserkaria. Setelah metaserkaria termakan oleh ternak, akan menembus dinding usus dan tinggal dalam hati yang akan berkembang selama 5 – 6 minggu. Dalam tahap akhir larva cacing akan memasuki saluran empedu untuk tumbuh menjadi dewasa.
3. Tanda tanda penyakit :
v  Adanya gangguan pencernaan berupa konstipasi/ sembelit kemudian disertai dengan adanya daire (mencret).
v  Kurus, lemah, bulu berdiri, depresi, bagian perut membesar.
v  Anemia, selaput lendir pucat kekuningan.
v  Bentuk kronis menyebabkan ternak mengalami penurunan produktifitas dan hambatan pertumbuhan terutama pada anak.
v  Terjadi busung/ oedema di bawah rahang dan bawah perut
Skema daur hidup cacing Fasciola hepatica)

4. Pencegahan.
Ø  Memberantas induk semang perantara/ siput (memotong siklus hidup cacing) dengan penggunaan Mollusida (secara kimiawi).
Ø  Memberantas siput secara biologis dengan pemeliharaan itik.
Ø  Rotasi lapangan rumput,
Ø  Memperbaiki sistim pengairan supaya memungkinkan diadakan pengeringan.
Ø  Ternak sakit jangan dilepas di padang penggembalaan atau jangan melepaskan ternak sehat di padang penggembalaan yang tercemar.
Mollusida yang dapat dipergunakan antara lain :
*      Natrium pentachloropenate, dengan dosis : 9 Kg di dalam 3.600 liter air untuk tiap hektar
*      Cooper pentachloropenate, dengan dosis 9 Kg di dalam 3.600 liter air untuk tiap hektar.
*      Bayer 73 (2 g – hydroxy – 5, 2 dichloro – 4 diniter benzanilide), dengan dosis 2 gram di dalam 2.000 liter air untuk tiap hektar. Mollusida tersebut diatas hendaknya disemprotkan sewaktu lapangan berair. Selanjutnya selama 3 - 5 hari lapangan tidak boleh dipakai untuk penggembalaan.
5. Pengobatan
Secara umum pengobatan dilakukan selama 3 kali pemberian yaitu :
Pada permulaan musim penghujan.
Pada pertengahan musim penghujan.
Pada akhir musim penghujan.
Obat obatan yang diberikan antara lain :
Dovenix ( bahan aktif: Nitroxynil ), dosis: 10 mg/ Kg berat badan (1 ml untuk 25 Kg berat badan) diberikan secara Subcutan.
Bilevon (bahan aktif Meniclopholan), dosis 3 mg/ Kg berat badan diberikan peroral.
Monil ( bahan aktif: Albendazole ), diberikan secara per-oral dengan dosis:
Sapi dengan berat badan < 150 Kg : 1,5 bolus.
Sapi dengan berat badan 150 – 300 Kg : 3 bolus.
Sapi dengan berat badan 300 – 400 Kg : 4 bolus.
Sapi dengan berat badan > 400 Kg : 5,5 bolus.
Carbontetrachlorida, dosis : 50 mg/ Kg berat badan diberikan secara subcutan, atau 1- 5 ml/ ekor diberikan secara peroral.
6. Hubungan Kesehatan Masyarakat
§  Ternak dapat dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi. Pemotongan ternak harus dibawah pengawasan Dokter Hewan berwenang atau petugas kesehatan hewan/ petugas RPH.
§  Hati ternak yang terserang Fasciola akan mengalami kerusakan, oleh karena itu hati yang rusak dibuang, sedang bagian hati yang baik dapat dikonsumsi.


§      Fasciolosis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola sp. Pada umumnya yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Fasciola gigantica. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kerugian akibat fasciolosis ditaksir 20 Milyard rupiah / tahun yang berupa : penurunan berat badan serta tertahannya pertumbuhan badan, hati yang terbuang dan kematian. Disamping itu kerugian berupa penurunan tenaga kerja dan daya tahan tubuh ternak terhadap penyakit lain yang tidak terhitung.
Etiologi
Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan Jaringan hati dan darah.
Siklus Hidup
Telur fasciola masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar tubuh ternak telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke tubuh siput muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di dalam tubuh siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang cocok, serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak akan terinfeksi apabila minum air atau makan tanaman yang mengandung kista.

Gambar 1. Siklus Hidup Fasciola hepatica (Christensen, 2005)

Ternak Rentan
Ternak yang rentan terhadap Fasciolosis adalah sapi, kerbau, kambing dan ruminansia lain. Ternak berumur muda lebih rentan daripada ternak dewasa.
Gejala Klinis
Pada Sapi penderita akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas. Pada Domba dan kambing, infeksi bersifat akut, menyebabkan kematian mendadak dengan darah keluar dari hidung dan anus seperti pada penyakit anthrax. Pada infeksi yang bersifat kronis, gejala yang terlihat antara lain ternak malas, tidak gesit, napsu makan menurun, selaput lendir pucat, terjadi busung (edema) di antara rahang bawah yang disebut “bottle jaw”, bulu kering dan rontok, perut membesar dan terasa sakit serta ternak kurus dan lemah.
Kelainan Pasca Mati
Pada kasus akut akan ditemukan pembendungan dan pembengkakan pada hati, terdapat ptechie pada permukaan maupun sayatan hati, kantong empedu dan usus mengandung darah. Pada kasus kronis, terlihat saluran empedu menebal dindingnya, mengandung parasit dan seringkali batu, disamping itu ditemukan pula anemia, kekurusan dan hati mengeras (sirosis hati).
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, identifikasi telur cacing di bawah mikroskopdan pemeriksaan pasma mati dari ternak yang mati.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan, antara lain memberantas siput secara biologik, misalnya dengan pemeliharaan itik/bebek, ternak jangan digembalakan di dekat selokan (genangan air) dan rumput jangan diambil dari daerah sekitar selokan.
Pengobatan
Pengobatan secara efektif dapat dilakukan dengan pemberian per oral Valbazen yang mengandung albendazole, dosis pemberian sebesar 10 - 20 mg/kg berat badan, namun perlu perhatian bahwa obat ini dilarang digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan, karena menyebabkan abortus. Fenbendazole 10 mg/kg berat badanatau lebih aman pada ternak bunting. Pengobatan dengan Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil dirasakan
cukup efektif juga untuk trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah 0,4 ml/kg berat badan dan diberikan secara subkutan.Pengobatan dilakukan tiga kali setahun.
Diagnosis Banding
Penyakit Anthrax sering kali mirip dengan haemonchosis. Diagnosis terhadap Anthrax diteguhkan jika terlihat perdarahan dari hidung dan anus pada infeksi akut kambing dan domba. Pada Haemonchosis, diagnosis didasarkan pada terlihatnya gejala bottle Jaw.
§      Nematodosis
Nematodosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Nematoda atau cacing gilig. Di dalam saluran pencernaan (gastro intestinalis), cacing ini menghisap sari makanan yang dibutuhkan oleh induk semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan jaringan tubuh. Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan sumbatan (obstruksi) usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai akibat toksin yang dihasilkan. Pada ternak ruminansia telah diketahui lebih dari 50 jenis spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang mempunyai arti penting secara ekonmis, antara lain sebagai berikut :
a. Haemonchus contortus
Penyakit yang disebabkan oleh cacing Haemonchus contortus disebut Haemonchosis. Panjang cacing Haemonchus contortus betina antara 18 – 30 mm dan jantan sekitar 10 – 20 mm. Pada cacing betina secara makroskopis usus yang berwarna merah berisi darah saling melilit dengan uterus yang berwarna putih. Cacing dewasa berlokasi di abomasum domba dan kambing.
Siklus Hidup
Siklus hidup Haemonchus contortus dan Nematoda lain pada ruminansia bersifat langsung, tidak membutuhkan hospes intermediet. Cacing dewasa hidup di abomasum,
memproduksi telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama pengeluaran feses. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan menjadi larva. Larva stadium L1 berkembang menjadi L2 dan selanjutnya menjadi L3 , yang merupakan stadium infektif. Larva infektif menempel pada rumput-rumputan dan teringesti oleh
domba. Selanjutnya larva akan dewasa di abomasum.
Gambar 3. Siklus Hidup Haemonchus spp (Whittier, et al., 2003)
Kerugian
Haemonchus adalah cacing penghisap darah yang rakus, setiap ekor per hari menghabiskan 0,049 ml darah, sehingga menyebabkan anemia. Anemia berlangsung melalui 3 tahap, yaitu tahap I, 3 minggu setelah infeksi ternak akan kehilangan darah dalam jumlah besar, hal ini merupakan tahap akut, tahap II, antara 3 – 8 minggu setelah
infeksi, kehilangan darah dan zat besi ternak berlangsung terus tetapi masih diimbangi oleh kegiatan eritropoetik, dan tahap III, terjadi kelelahan sitem eritropoetik yang disebabkan oleh kekurangan besi dan protein, dan hal ini merupakan tahap kronis.
Gejala Klinis
Anemia merupakan gejala utama dari infeksi Haemonchus bersamaan dengan kehilangan darah dan kerusakan usus. Terlihat busung di bawah rahang , diare, tapi kadang-kadang kambing sudah mati sebelum diare muncul. Gejala lain yang menonjol,
yaitu : penurunan berat badan, pertumbuhan yang jelek dan penurunan produksi susu.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, identifikasi telur-telur cacing di bawah mikroskop, serta bedah bangkai pada ternak yang mati juga akan membantu penetapan
diagnosis.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah jangan menggembalakan ternak
terlalu pagi, pemotongan rumput sebaiknya dilakukan siang hari, pengobatan secara teratur dan mengurangi pencemaran tinja terhadap pakan dan air minum.


Pengobatan
Pengobatan yang bisa diberikan berupa kelompok benzilmidazole, antara lain albendazole dengan dosis 5 – 10 mg/kg berat badan, mebendazole dengan dosis 13,5 mg/kg berat badan dan thiabendazole dengan dosis 44 – 46 mg/kg berat badan. Albendazole dilarang dipakai pada 1/3 kebuntingan awal. Mebendazole dan thiabendazole aman untuk ternak bunting, tetapi thiabendazole sering menyebabkan resistensi.
b.Toxocara vitulorum (Neoascaris vitulorum)
Cacing Toxocara vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan
lintas hati, paru-paru dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm
dan lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dab memiliki dinding yang tebal. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi di usus kecil.
Siklus Hidup
Telur dalam tinja tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi laeva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasenta dan masuk ke cairan amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum.
Cara Penularan
Terdapat tiga cara penularan cacing Toxocara vitulorum, antara lain makan telur,
tertelan tanpa sengaja, lewat plasenta pada saat fetus dan lewat kolustrum pada waktu menyusu induknya.
Gejala Klinis
Pada anak sapi atau kerbau terjadi diare dan ternak menjadi kurus. Pernah dilaporkan juga bisa menyebabkan kematian. Anak sapi yang tetap hidup akan mengalami gangguan pertumbuhan.
Diagnosis
Pemeriksaan telur cacing dalam tinja merupakan cara diagnosis adanya cacing ini.
Pengobatan dan pencegahan
Upaya pengobatan cacing ini adalah dengan pemberian piperazin. Pengobatan secara teratur pada anak sapi dan menjaga kebersihan kandang merupakan tindakan pencegahan yang diharuskan.
c. Oesophagostomum sp.(cacing bungkul)
Cacing bungkul dewasa hidup di dalam usus besar. Disebut cacing bungkul karena bentuk larva cacing ini dapat menyebabkan bungkul-bungkul di sepanjang usus
besar. Ukuran rata-rata cacing bungkul dewasa betina antara 13,8 – 19,8 mm dan Jantan
antara 11,2 – 14 5 mm. Gejala klinis yang ditemukan antara lain kambing kurus, napsu makan hilang, pucat, anemia dan kembung. Tinja berwarna hitam, lunak bercampur lendir atau darah segar.
d. Bunostomum sp (cacing kait)
Lokasi hidup cacing kait adalah di dalam usus halus kambing dan domba. Panjang caing jantan kira-kira 12 – 17 mm dan betina kira-kira 19 – 26 mm. Dikenal dengan cacing kait karena pada bagian ujung depan (kepala) cacing membengkok ke atas sehingga berbentuk seperti kait. Gejala klinis yang bisa diamati antara lain ternak mengalami anemia, terlihat kurus, kulit kasar, bulu kusam, napsu makan turun, tubuh lemah. Tinja lunak dengan warna coklat tua. Perlu diketahui bahwa cacing Bunostomum sp menempel kuat pada dinding usus. Cacing memakan jaringan tubuh dan darah, sehingga walaupun jumlah cacing hanya sedikit, namun ternak cepat menunjukkan gejala klinis yang nyata.
e. Trichostrongylus sp (cacing rambut)
Cacing kelompok ini ukurannya sangat kecil dan hidup di dalam usus halur kambing dan domba. Dinamakan caing rambut karena tebalnya kurang lebih sama dengan rambut, sedangkan panjangnya kurang dari 10 mm. Telur cacing yang keluar bersama tinja akan berkembang menjadi larva apabilasusana di luar, seperti kelembaban, suhu, oksigen cukup menguntungkan bagi kehidupannya, misalnya adanya tumpukan feses. Pada keadaan tersebut larva akan berkembang menjadi larva infektif. Di tempat penggembalaan larva dapat hidup sampai 6 bulan. Kepekaan ternak terhadap serangan cacing ini tergantung beberapa faktor, antara lain umur, kualitas pakan, genetik dan pengaruh luar, misalnya pemberian obat-obatan. Kambing muda dan kualitas pakan yang jelek akan lebih peka terhadap serangan cacing.
Gejala klinis yang bisa diamati adalah ternak muda terlihat pertumbuhan terhambat, mencret dengan warna tinja hijau kehitaman, kurus dan diakhiri kematian. Ternak bisa tertular cacing ini dengan cara menelan telur berembrio yang terdapat di rumput-rumputan atau dengan cara menelan larva infektif atau larva menembus kulit.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit nematodosis, antara lain berupa pemberian pakan kualitas tinggi dengan kuantitas yang cukup, menghindarkan berjubelnya ternak dalam satu petak penggembalaan, memisahkan ternak berdasarkan umur, menghindarkan ternak dari tempat-tempat becek, selalu memelihara kebersihan kandang dan lingkungan peternakan dan melakukan pemeriksaan feses dan pengobatan
terhadap cacing secara teratur.
Cestodosis
Cacing Moniezea merupakan cacing Cestoda yang sering menyerang kambing. Cacing ini memiliki panjang tubuh bisa mencapai 600 cm dan lebar 1 – 6 cm. Bentuk cacing pipih, bersegmen dan berwarna putih kekuningan. Cacing ini jarang menimbulkan masalah, kecuali jika menyerang anak kambing yang sangat muda dan dalam jumlah yang besar. Tungau digunakan sebagai inang antara bagi cacing.
Siklus Hidup
Cacing pita dewasa hidup dalam usus kambing dan domba akan melepaskan segmen yang masak bersama tinja, segmen tersebut pecah dan melepaskan telur . Telurtelur cacing dimakan oleh tungau tanah yang hidup pada akar tumbuhan. Telur-telur dalam tubuh tungau menetas menjadi larva. Kambing/domba memakan tungau bersamasama akar tanaman, seingga larva akan tertelan dan tumbuh menjadi dewasa di usus.
Gejala Klinis
Gejala yang terlihat pada kambing penderita, antara lain badan kurus, bulu kusam, selaput mata terlihat pucat, anemis, terdapat gejala edema dan mencret. Biasanya potongan segmen yang matang keluar bersama tinja atau kadang menggantung di anus.
Diagnosis
Terlihatnya segmen yang menggantung di anus atau adanya potongan segmen cacing bersama tinja dan disertai dengan gejala klinis cukup memberikan petunjuk adanya infeksi cacaing Moniezea pada kambing. Apabila potongan cacing tidak ditemukan, maka diagnosis didasarkan dengan pemeriksaan telur cacing di bawah mikroskop.
Pencegahan
Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap cacing Moniezea, selain tindakan pengobatan pada ternak yang sakit, juga harus dilaksanakan pemberantasan terhadap insekta (serangga) yang dapat digunakan sebagai inang antara.
Pengobatan
Bisa diberikan preparat obat, antara lain : albendazole, oxfendazole 5 mg/kg berat badan, cambendazole 20 – 25 mg/kg berat badan, fenbendazole 5 – 10 mg/kg berat badan atau mebendazole 13,5 mg/kg berat badan.