Kamis, 28 Februari 2013


TELUR MENJADI UNGGAS

          Telur pada unggas mengandung banyak zat-zat makanan untuk persediaan perkembangbiakan embrio pada masa penetasan. Telur tidak ubahnya susu pada mamalia adalah hasil sekresi dari sistem reproduksi dan mekanisme endokrin, metabolik dan kimia faali. Bertelur sama dengan mekanisme laktasi. Telur unggas lebih besar dari pada telur mamalia, karena telur unggas harus mengandung makanan untuk perkembangan embrionik selama pertumbuhan di luar tubuh induk. Embrio unggas sangat tergantung pada zat makanan yang terdapat dalam telur. Karena itu lemak dari sudut kalori lebih pekat dari pada gula, maka telur lebih kaya akan lemak dari pada gula (dibandingkan dengan susu) (Anggorodi, 1984).

1. Yolk / Kuning telur 
Kuning telur terdiri dari badan berbentuk bola besar, dari 25 sampai 150 μm garis tengah, yang terbagi-bagi adalah dalam suatu tahapan yang berkelanjutan. Yolk yang kecil ukurannya sangat kecil diperkirakan berdiameter sekitar 2 μm. Kuning telur berisi hanya sekitar 50% air. Sisa terdiri dari protein dan lipid dengan perbandingan 1: 2; lipid yang ada dalam bentuk lipoprotein (Bell dan Freeman, 1971).
Lebih lanjut menyatakan pada umumnya sintesis protein kuning telur berasal dari hati atas rangsangan hormon oestrogen. Kemudian diangkut oleh darah nemuju indung telur (ovarium).
Dalam ovarium ayam petelur mengandung 1000 sampai 3000 folikel, ukurannya sangat bervariasi dari ukuran mikrokopik sampai sebesar satu kuning telur. Kuning telur yang lebih kecil mulai tumbuh dengan cepat sekitar 10 hari sebelum dilepaskan ke dalam infundibulum. Kuning telur diliputi oleh suatu membran folikuler, yang menempelkannya pada ovari. Membran ini memiliki suatu bagian yang terlihat hanya sedikit mengandung pembuluh darah. Bagian atau daerah itu disebut stigma. Inilah tempat dimana kuning telur robek dan melepaskan ovum pada saat ovulasi. Karena zat-zat makanan disalurkan melalui membran folikuler dari aliran darah menuju ke ovum, sejumlah darah kadang-kadang dilepaskan bersama-sama kuning telur itu karena tempat pecahnya tidak selalu tepat pada stigma. Inilah yang kadang menyebabkan munculnya suatu blood spot di dalam telur (James Blakely dan David, 1985).

2. Reproduksi pada ayam 
Pola reproduksi pada ayam berbeda dengan mamalia terutama beberapa segi yang terpenting, ayam bertelur dengan berirama bertelur, yaitu bertelur satu atau lebih pada hari yang berurutan, kemudian diikuti satu hari istirahat. Ayam yang prolefik bertelur 5 butir atau lebih dalam satu irama bertelur (clutch).
Timbulnya clutch dikarenakan pembentukan telur diburuhkan total waktu 25 – 26 jam dan ovulasi berikutnya pada clutch yang sama terjadi 30 – 60 menit setelah ovulasi telur sebelumnya. Jadi karena ovulasi tidak terjadi secara teratur setiap siklus 24 jam, maka waktu ovulasi hari berikutnya pada clutch yang sama akan terlambat (Nalbandov, 1990). 

3. Pengendalian Hormon Bertelur. 
Reproduksi burung adalah yang berkaitan dengan sistem pengendalian pada ayam yang sedang bertelur, yang disebut hierarki folikuler yakni gradasi berat dan ukuran folikel. Hanya satu folikel yaitu yang terbesar yang menjadi masak dan di ovulasikan dalam waktu satu hari, segera setelah folikel ini pecah, kemudian nomor 2 terbesar tumbuh menjadi besar, demikian seterusnya peristiwa tersebut terjadi berurutan. 
Rincian permainan hormonal antara ovarium dengan sistem hipotalamus-hipofiseal unggas semuanya jelas, kecuali kita ketahui benar-benar ialah bahwa ovarium burung secara total tergantung pada hormon Gonadotrofik yang berasal dari pituitari. Telah diketahui bahwa hipotalamus dalam pengendalian pelapisan LH dan FSH hipofisa. Diakuinya hipotalamus melalui cara pembedahan, tepatnya pada nuklei praoptik di daerah paraventrikuler, ternyata dapat menghentikan ovulasi (Nalbandov, 1990).

4. Oviduk.
 Setelah ovulasi ovum ditangkap oleh fimbria dan masuk kedalam infundibulum kuning telur akan berdiam kurang lebih selama ¼ jam dan dibagian ini terjadi pertemuan dengan sel jantan, setelah itu diteruskan ke magnum (Rasyaf, 1992). Lebih lanjut Nalbandov, (1990) menuliskan bahwa disini telur menerima lapisan albumen. Sekresi albumen pada magnum yang dikontrol oleh dua hormon. Hormon estrogen yang fungsi utamanya menyebabkan perkembangan anatomi dan perkembangan kelenjar seluruh oviduk, tetapi estrogen saja tidak dapat menyebabkan pembentukan calon albumen dalam kelenjar, atau sekresi albumen sendiri ke dalam lumen magnum. Hormon yang kedua dibutuhkan untuk kepentingan kedua-duanya, baik pembentukan atau sekresi albumen. 
Androgen dan progesteron yang kedua-duanya beraksi terhadap magnum yang berkembang karena estrogen, dapat menyebabkan pertumbuhan granula albumen dan pelepasan granula ini ke dalam lumen. Setelah pertumbuhan magnum yang di prakarsai oleh estrogen dan pembentukan granula albumen yang disebabkan baik androgen ataupun progesteron, satu peristiwa lagi masih tertinggal yaitu sekresi albumen kedalam lumen. Hal ini biasanya terpicu oleh adanya benda asing di magnum , apakah itu ovum ataukah benda asing yang berada dalam magnum. 
Setelah mendapat albumen dalam perjalanan di magnum selama 2,5 jam atau 3 jam, telur bergerak ke isthmus, disini disekersikan kerabang lunak. Bagian oviduk ini secara histologis berbeda dengan magnum tetapi dikontrol oleh hormon yang sama, yang beraksi dengan cara yang sama dan dalam rangkaian tahap yang sama, seperti yang terjadi pada magnum. James Blakely dan David, (1985)mengemukakan di daerah isthmus mendapat pelapisan membran yaitu membran luar dan membran dalam, dalam keaadaan normal masing-masing membran menempel, kecuali pada suatu tempat dimana membran tersebut berpisah yaitu pada ujung tumpul telur. Perpisahan kedua membran tersebut membentuk suatu rongga udara. Telur tinggal di isthmus selama kurang lebih 1,5 jam dan setelah menerima kerabang lunak dan air, dikuatkan oleh Rasyaf (1992) dibagian ini ditambahkan pula Natrium, Kalsium dan garam. Telur tersebut bergerak ke kelenjar kerabang atau yang dinamakan pula uterus, telur tinggal di daerah ini selama kurang lebih 22 jam, dan kerabang kapur disekresikan menyelubungi (Nalbandov, 1990). 
Tabel 1. Rataan panjang bagian pembentukan telur dan lama waktu proses berjalan
Bagian
Panjang (cm)
Waktu (jam)
Infundibulum
11,0
0,25
Magnum
33,6
3,00
Isthmus
10,6
1,25
Uterus
10,1
20,15
Vagina
6,9
0,15
Sumber : Rasyaf 2003

5. Pengeluran Telur (Oviposisi). 
Dalam kondisi normal telur dibentuk bagian tumpul terlebih dahulu. Jika induk tidak terggangu pada saat bertelur, sebagian besar telur akan dikeluarkan dengan ujung tumpul lebih dulu. Hal ini tidak diketahui secara pasti sebabnya, tetapi diketahui bahwa sesaat sebelum dikeluarkan, telur diputar secara horisontal (tidak ujung ke ujung), 180 derajat sesaat sebelum telur itu dikeluarkan. Ovulasi pada ayam secara normal terjadi 30 menit setelah telur dikeluarkan. Interval waktu dapat bervariasi antara 7 sampai 74 menit (James Blakely dan David, 1985). Lebih lanjut menyatakan pengeluaran telur dirangsang oleh cahaya sehingga merangsang dan meningkatkan suplai FSH. Hormon ini pada gilirannya melalui aktivitas ovari mengakibatkan terjadinya ovulasi dan oviposisi.

6. Sifat Mengeram. 
Induk ayam mengeram diakibatkan oleh pengaruh hormon prolaktin dari pituitari anterior, ayam menghabiskan waktu dengan duduk diatas sarang dan menetaskan serta mengasuh anak-anaknya. Bila sifat keibuan ini demikian kuat sehingga induk ayam terus menerus duduk diatas sarang, hal ini merugikan karena pada saat mengeram ayam tidak memproduksi telur (James Blakely dan David, 1985). 

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. 
Bell D.J. and Freeman B.M., 1971. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. Volume 3. Academic Press. London New York.

James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Soedarsono).

Nalbandov A.V., 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman). 
Rasyaf M., 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

------------- 2003. Beternak Ayam Petelur. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 

ESTRUS, PROSES KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN TERNAK

ESTRUS
Estrus merupakan masa dimana ternak mempunyai keinginan untuk kawin.Pada proses estrus, terdapat 4 fase yakni, proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.Fase-fase ini terjadi dalam satu siklus.
  • Fase proestrus dimulai dengan regresi CL sehingga progesterone terhenti. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat, sehingga pada akhirperiode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilakuperkembangan estrus yang dapat diamati. Berlangsung selama 2-3 hari dan dicirikanadengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. 
  • Fase estrus merupakanperiodeketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasiberhubungan dengan fase estrus, yaitu selesai fase estrus. Kira-kira setelah 12-14 jam,fase estrus mulai berhenti. Selanjutnya betina tidak mengalami ovulasi hingga setelahfase estrus.
  •  Fase metestrus, diawali dengan penghentian fase estrus. Umumnya faseini merupakan fase terbentuknya CL sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Fase iniditandai dengan berhentinya birahi secara tiba-tiba. Berlangsung selama 3-5 hari.
  • Fase diestrus, merupakan fase CL bekerja secara optimal. Pada fase ini, progesteronedalam darah meningkatdan diakhiri dengan regresi CL. Fase ini juga disebut denganfase persiapan uterus untuk kebuntingan. Fase ini merupakan fase terpanjang darisiklus estrus yakni berlangsung selama 13 hari. Terjadinya kebuntingan atau tidak,CL akan berkembang menjadi organ yang fungsional yang akan menghasilkansejumlah progesterone. Jika ovum yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akanmenghasilkan progesterone yang akan mempertahankan kebuntingan. Jika ovum yangtidak dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi selama beberapa hari setelah itu, CL akan mengalami regresi dan akan masuk pada siklus estrus yang baru (Imron, 2008).

 Proses Ovulasi
Yang dimaksud dengan ovulasi adalah pecahnya folikel yang telah masakdisertai keluarnya ovum dari folikel tersebut (Luqman, 1999). Pertama-tama yaknidimulai dengan perkembangan folikel yang berawal dari folikel primordial yanghanya dikelilingi oleh sedikit sel granulose yang didalamnya telah terdapat oosit.Kemudian berkembang menjadi folikel preantrum yang bercirikan dengan adanyazona viteline dan zona pellucid serta dikelilingi oleh sel granulose yang lebih banyakdibandingkan pada tahap folikel sebelumnya. Selanjutnya yaitu folikel antrum,dimana pada folikel ini terdapat rongga (antrum) yang di dalamnya terdapat cairanfolikel yang mengandung hormon estrogen. Tahap terakhir adalah folikel preovulasi(de graff), pada tahap ini terbentuk cumulus oophorus, theca interna serta thecaexterna. Pada folikel inilah akan terjadi proses ovulasi.
Selain penjelasan diatas, terdapat pula penjelasan mengenai proses ovulasiyakni proses ovulasi terbagi menjadi dua bagian, secara hormonal dan secara neural,berikut penjelasanya :
a.      Hormonal 
b.      Setelah folikel-folikel tumbuh karena pengaruh hormon FSH dari pituitarianterior,maka sel-sek folikel mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Keduahormon ini dalam dosis kecil akan menyebabkan terlepasnya hormon LH. HormonLH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Pecahnyafolikel terjadi adanya tekanan dari dalam folikel yang bertambah besar danpersobekan pada daerah stigma yang pucat karena daerah ini kurang memperolehdarah (http://www.wordpress.com/prosesreproduksi/26.08.09/00.30 AM
c.       ).
d.      b. Neural :
e.       Rangsangan pada luar servik, baik pada saat kopulasi atau kawin buatan akanditeruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat yang akan diterima oleh hipotalamus.Nantinya akan disekresikan LH realising hormon dan kadar LH dalam darah akanmeningkat sehingga mengakibatkan ovulasi.

Proses Fertilisasi
Fertilisasi (pembuahan) adalah peristiwa bersatunya antara spermatozoadengan sel telur (ovum), dimana spermatozoa berasal dari hewan jantan dan ovumberasal dari hewan betina. Dikarenakan spermatozoa dan ovum berasal dari dua selyang berbeda, maka untuk dapat saling bertemu dan bersatu, keduanya tersebut harusmelalui perjalanan panjang dan mengalami proses persiapan serta tempat untukbertemu juga harus memenuhi syarat bagi spermatozoa dan ovum (Poernomo, 1999).
Proses ini sendiri dimulai dengan pematangan (maturasi) sel telur dan spermatozoa. Pematangan sel telur dimulai pada waktu proses pembelahan meiosis dari profase I menjadi masak selama folikulogenesis. Sedangkan spermatozoamemerlukan perubahan maturasi yang terjadi selama 10-15 hari ketika melewatiepididimis. Perubahan maturasi spermatozoa bergantung pada sekresi epididimis danwaktu transport yang sangat penting untuk dapat membuahi sel telur. Proses fertilisasipada mamalia memerlukan tiga kejadian kritis yaitu : sel spermatozoa harus menembus diantara sel-sel cumulus dengan bantuan enzim hyaluronidase, selspermatozoa harus menyentuh dan menembus lapisan zona pellucid,dan penyatuanspermatozoa dengan membran plasma sel telur (Luqman, 1999).
Proses fertilisasi, pertama-tama di mulai dengan transport spermatozoa kedalam saluran reproduksi betina. Pertama, spermatozoa akan memasuki vagina,dimana akan terjadi seleksi dengan adanya perbedaan pH antara spermatozoa (pH=7)dan vagina (pH=4). Setelah melewati vagina, spermatozoa yang telah terseleksi akanmemasuki serviks. Dalam serviks, hanya spermatozoa yang normal yang dapat lewat,hal ini dikarenakan spermatozoa yang normal dapat bergerak melewati cincin-cincinanulir pada serviks. Sampai akhirnya menuju uterus, dimana mengalami proseskapasitasi yakni proses pendewasaan spermatozoa oleh cairan endometrium sehinggaspermatozoa dapat menembus lapisan-lapisan sel telur dan mempermudah terjadinyafertilisasi. Tempat utama terjadinya proses kapasitasi adalah pada AIJ (AmpullaIsthmus Junction). Selanjutnya yakni, transport sel telur untuk menuju AIJ dimulaipada saat menjelang ovulasi, pada saat itu estrogen dominan dan bersama oksitosinakan menyebabkan terjadinya derakan peristaltik yang aktif. Setelah terjadi ovulasi,sel telur akan mendarat pada permukaanfimbrae yang terdapat pada infundibulum Dengan adana gerak peristaltik tersebut, sel telur akan terdorong masuk hingga ampulla hingga mencapai AIJ (Anonim, 2009).
Pada saat spermatozoa mencapai AIJ dan bertemu dengan ovum, maka akanterjadilah proses fertilisasi. Proses ini dimulai dengan penembusan kepalaspermatozoa ke dalam ovum, dimana pada akrosome spermatozoa terdapatenzim hyaluranidase yang membantu proses penembusan cumulus oophorus. Setelah spermatozoa menembus lapisan cumulus oophorus, maka selanjutnya akan terjadisentuhan kepala spermatozoa pada zona pellucid. Secara normal, setelah spermatozoapertama masuk, maka tidak akan ada lagi spermatozoa lain yang dapat masuk hal inidisebabkan oleh adanya reaksi zona, yakni suatu mekanisme pada zona pellucida untuk mengadakan perubahan setelah masuknya spermatozoa pertama dan menghalangi masuknya spermatozoa berikutnya. Setelah menembus lapisan pellucida, spermatozoa kemudian menyentuh permukaan lapisanvitel line, denganbegitu akan merangsang pembebasan zat yang dihasilkan oleh granulo kortikosehingga lapisan vitellin akan menebal, hal ini kemudian dinamakan dengan blokade vitellin (Luqman, 1999).


Kebuntingan, Kelahiran dan Menyusui

1. Kebuntingan
Kebuntingan merupakan proses dimana suatu ternak telah memiliki zigotataupun embrio yang kemudian berkembang menjadi fetus. Peristiwa ini terjadisesudah proses fertilisasi dan penyatuan ke dua inti dari spermatozoa dan ovum, dandiakhiri dengan proses kelahiran.
Proses awal dari kebuntingan ini adalah fertilisasi yakni pembuahan antaraovum dan spermatozoa, yang selanjutnya berlanjut hingga penyatuan inti sel diantarakeduanya. Selama beberapa hari ovum yang telah dibuahi disebut sebagaiz igot atau
embrio yang hidup bebas di dalam oviduct (tuba fallopii) atau uterus induk. Pada saat
embrio tersebut mencapai uterus, sel tunggal ini akan mengalami pembelahan selselama beberapa kali tanpa pertambahan volume sitoplasma, proses pembelahan seltanpa pertumbuhan ini disebutcleavage (Luqman, 1999).
Pada waktu jumlah sel dalam zona pellucid mencapai 32 buah, embrio kinidisebutmor ula. Cairan mulai terlihat, terkumpul di antara beberapa sel dan terbentuksuatu rongga bagian dalam yang disebutblastocole, sedang embrio kini disebut
blastocyst. Pada waktu blastocole telah terbentuk, maka tubuh embrio seakan-akan
terbagi menjadi dua, karena ada bagian sel yang tumbuh membentuk sel-sel tipis dibagian permukaan, yang menyelubungi hamper seluruh bagian blastocole. Bagianyang menyelubungi ini disebuttr ophoblas t, sedang bagian yang diselubungi disebut inner cell mass. Dalam pertumbuhan selanjutnya trophoblast akan tumbuh menjadi plasenta, sedangkan inner cell mass tumbuh menjadi makhluk baru yang akan lahir (Luqman, 1999).
http://htmlimg1.scribdassets.com/hubnc1qo81xdveo/images/16-11a8073d07/000.jpg
Berikut adalah gambar dari proses embryogenesis yakni proses kebuntingan, berawal dari 1 sel, 2 sel, morula, hingga blastocyst
(http://www.fkhunair/bahanajar/ilmu mugidah/embryogenesis/20.08.2009/7.43PM).

PENGENALAN BAHAN PAKAN SECARA MIKROSKOPIS


            NAMA                        : MISRIANTI B
            NIM                            : I 411 09 262
            JURUSAN                  : TEKNOLOGI HASIL TERNAK
           


Unhas Black

LABORATORIUM AGROSTOLOGI
JURUSAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Keberhasilan usaha dalam bidang peternakan sangat ditentukan oleh tiga faktor yang sama pentingnya yaitu breeeding (pemuliabiakan, bibit), feeding (pakan) dan management (tata laksana).  Namun jika dilihat dari total biaya produksi dalam usaha peternakan, maka kontribusi pakan adalah yang paling tinggi sekitar 75%. Dalam peternakan manajemen pemberian pakan sangatlah penting, baik pakan yang berasal dari hijaun, sisa hasil pertanian dan lain-lain
Selain itu peternak juga biasanya tidak memperhatikan sebenarnya selain pakan yang berasal dari rumput-rumputan sebagai sumber protein ternyata masih ada bahan yang mengandung sumber protein yaitu tepung bulu, konsentrat dan dedak, dimana dari beberapa bahan tersebut terdapat perbedaan ukuran partikel dan warna yang telah diamati dibawah mikroskop. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum mengenai Pengenalan Bahan Pakan Secara Mikroskopis.








Tujuan dan Kegunaan
            Praktikum ini bertujuan untuk melihat beberapa jenis bahan pakan dibawah mikroskop kemudian perbedaan dari bahan pakan yang satu dengan pakan yang lainnya berdasarkan warna dan ukuran partikel bahan pakan.
Kegunaannya adalah agar peserta praktikum dapat mengetahui perbedaan bahan pakan setelah dilihat menggunakana mikroskop berdasarkan warna dan ukran partikel dari pakan.














TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Pakan Secara Mikroskopis
1.      Jagung
Jagung kuning disamping mengandung karoten, juga menjadi sumber energi dalam ransum.  Jagung mempunyai kadar triptofan yang rendah.  Yang paling rendah adalah kadar methioninnya, kemudian lisin.
Karena glutenin itu mengandung lisin lebih tinggi daripada zein, jagung baru ini mengandung lisin hampir dua kali lipat dibandingkan dengan hibrida jagung.  Cronwell, dkk mendapatkan bahwa ransum ayam ditambah dengan methionin, kemudian dibandingkan dengan pemberian Opaque-2 dengan tingkat yang sama dengan ransum memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hibrida jagung biasa (Wahyu, 1985).
2.      Tapioka
Tapioka, tepung singkong, tepung kanji adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon dalam bahasa indonesia yaitu singkong. Tapioka memiliki sifat fisik yang serupa dengan tepung sagu, sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan (Anonima, 2011).
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Anonimb, 2011).
Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi (Anonimb, 2011).
Kualitas tapioka ditentukan oleh beberapa faktor,  yaitu (Anonimb, 2011) ;
Ø  Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
Ø  Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah.
Ø  Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
Ø  Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.
3.      Tepung Rese/Limbah Udang
Tepung limbah udang merupakan limbah industri pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30%-40% dari bobot udang segar. Faktor positif bagi tepung limbah udang karena adalah produk ini limbah maka kesinambungan penyediaannya terjamin sehingga harganya cukup stabil dan kandungan nutrisinya bersaing dengan bahan baku lainnya. Warna astaxanthin yang mempengaruhi pigmentasi pada warna kuning telur. Secara keseluruhan tepung limbah udang dipakai sebagai pengganti tepung ikan atau bungkil kedelai sampai batas tingkatan 12% (Agustian dan Purwanti, 2009).




 Perbandingan nutrisi tepung limbah udang dengan tepung ikan

 Nutrisi                           Tepung limbah udang                 Tepung ikan
Air (%)                                    10,32                                      10,32
Abu (%)                                  18,65                                      14,34
Protein (%)                              45,29                                      54,63
Methionin (%)                         1,26                                          1,30
Lisin (%)                                 3,11                                           3,97
Sistin (%)                                0,51                                          0,53
Triptophan (%)                        0,39                                          0,43
Lemak (%)                              6,00                                          9,85
Serat Kasar (%)                       17,59                                          1,99
Kalsium (%)                            7,76                                           3,34
Phospor (%)                            1,31                                           2,18
Energi Bruto                       3577 kkal/kg                           4679 kkal/kg
 Sumber : Lab. Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, IPB
4.      Tepung Bulu
Tepung bulu merupakan sumber protein dan sistin yang baik dan dapat memenuhi kebutuhan unggas. Akan tetapi, penggunaannya sangat dibatasi oleh defisiensi terhadap beberapa asam amino, seperti methionin, lisin dan histidin. Tepung bulu biasanya berisi sistin sebanyak 4,5-5,0% dan sekitar 60%nya dapat dicerna. Kandungan energinya sangat tinggi, sekitar 330kkal/kg. keragaman kualitasnya bergantung pada proses pengolahannya (Amrullah, 2002).

Cara pembuatanya yaitu bulu dikeringkan sebagian dan kemudian dikukus agar dapat dihidrolisis, makin tinggi suhu dan makin lama, hidrolisis akan semakin sempurna. Akan tetapi, jika terlalu panas atau terlalu lama asam amino lisin akan rusak (Amrullah, 2002).
5.      Kunyit
Kunir atau kunyit (Curcuma longa Linn) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan di negara-negara Asia (Agustina dan Purwanti, 2009).
Kunyit sering digunakan dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan. Produk bahan jadi dari ekstrak kunyit berupa suplemen makanan dalam bentuk kapsul (Vitamin-plus) pasar dan industrinya sudah berkembang. Suplemen makanan dibuat dari bahan baku ekstrak kunyit dengan bahan tambahan Vitamin B1, B2, B6, B12, Vitamin E, Lesitin, Mg-stearat, Nepagin dan Kolidon 90 (Agustina dan Purwanti, 2009).
6.      Konsentrat

Merupakan campuran dari beberapa bahan makanan dan berfungsi sebagai makanan penguat sumber protein. Umumnya terdiri dari biji-bijian (jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak, onggok, gaplek bungkil-bungkil lainnya) dan Molases (Tawaf, 2010).
Pakan konsentrat merupakan pakan tambahan, kandungan nutrient yang baik pada pakan konsentrat adalah mengandung serat kasar (SK)< 18%, kandungan zat pembentuk energi (TDN) > 60% dan mengandung protein kering tinggi (Arief, 2010).
  Warna konsentrat protein ikan yang dihasilkan memenuhi standar mutu warna yang baik yaitu berwarna agak kekuningan, bahwa tepung ikan yang bermutu baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, salah satunya yaitu warna tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya berwarna abu-abu. Namun setelah disimpan, warnanya berubah menjadi coklat kekuningan. Akan tetapi, perubahan warna ini tidak mempengaruhi nilai gizinya (Ika, 2011).
7. Bungkil Kelapa
Di Indonesia juga di berbagai negara tropis lainnya bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang digunakan dalam pakan ayam. Bungkil kelapa ini mengandung protein kasar sekitar 21,6%. Walaupun kandungan protein bungkil kelapa tergolong cukup tinggi, penggunaanya dalam pakan ayam perlu dibatasi karena tidaktersediaan dan ketidakseimbangan asam amino dan adanya zat penghambat yang mungkin berupa lignin atau bulkiness (Agustina dan Purwanti, 2009).
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menyarankan agar penggunaan bungkil kelapa dalam pakan ayam tidak melebihi dari 20%. Selain itu, sebagian bungkil kelapa dalam pakan ayam dapat digantikan dengan ampas kelapa samapai takaran 3-6% (Agustina dan Purwanti, 2009).


8.      Dedak
Dedak atau bekatul merupakan komponen yang paling umum digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pakan.  Bahan baku ini mudah diperoleh dari tempat penggilingan padi dan harganya relatif murah.  Dari hasil analisis, dedak mengandung protein 9,6-10,86%, lemak 0,12-11,9%, karbohidrat 34,18-34,73%, serat kasar 10,73-45% dan air 10,21%  (Ghufran, 2004).
Bahan pakan unggas asal nabati yang paling banyak digunakan adalah dedak halus. Kandungan nutrisi dedak halus adalah sebagai berikut: protein kasar 1890 Kkal/kg dan lemak kasar sebesar 8,3%. Dedak mempunyai kandungan serat kasar 13%. Bangsa unggas tidak mampu mencerna serat kasar lebih dari 4% karena serat kasar inilah yang menjadi faktor pembatas sehingga dedak halus tidak dapat digunakan secara berlebihan (Hidayat, 2009).













METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
            Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum mengenai Pengenalan Bahan Pakan secara Mikroskopis dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23 November 2011 pada pukul 15.00 WITA sampai selesai bertempat di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.  
Alat dan Bahan
            Alat-alat  yang digunakan dalam praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum mengenai Pengenalan Bahan Pakan Secara Mikroskopis yaitu kamera, cawan petri dan mikoskop.
 Bahan yang digunakan dalam praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum mengenai Pengenalan Bahan Pakan Secara Mikroskopis yaitu tepung tapioca, tepung rese, tepung bulu, ramuan herbal, konsentrat, bungkil kelapa dan dedak.
Metode Praktikum
Pertama-tama mengambil beberapa sampel bahan baku pakan ternak yang ada di meja kemudian mengamati warna dan ukuran partikel dari beberapa sampel yang telah diberikan yaitu secara kasat mata atau tanpa menggunakan mikroskop setelah itu melihat dengan menggunakan mikroskop. Kemudian mencatatnya serta mendokumentasikannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai Pengenalan Bahan Pakan Secara Mikroskopis, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Tepung Tapioka
LABORATORIUM AGROSTOLOGI
FAKULTAS PETERAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
Tanpa Mikroskop
Mikroskop



             
Keterangan : Perbesaran 20 x 40
Sumber : Data Hasil Praktikum  Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.
Pembahasan
            Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun tanpa menggunakan mikroskop di peroleh hasil  bahwa tepung tapioka  merupakan suatu bahan yang digunakan sebagai pakan tambahan pada ternak, memiliki warna putih dan ukuran partikelnya yaitu halus. Hal ini hal ini sesuai dengan pendapat (Anonimb, 2011) tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi.


Tabel 2. Jagung
LABORATORIUM AGROSTOLOGI
FAKULTAS PETERAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
Tanpa Mikroskop
Mikroskop






Keterangan : Perbesaran 20 x 40
Sumber : Data Hasil Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.
Pembahasan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun tanpa mikroskop diperoleh hasil bahwa jagung merupakan bahan pakan sumber energi dan sangat baik digunakan sebagai pakan tambahan . Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Anonimd (2011), Jagung kuning disamping mengandung karoten, juga menjadi sumber energi dalam ransum.  Jagung mempunyai kadar triptofan yang rendah.  Yang paling rendah adalah kadar methioninnya, kemudian lisin.




Tabel 3. Subalan Antara Tepung Tapioka dan Jagung
LABORATORIUM AGROSTOLOGI
FAKULTAS PETERAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
Tanpa Mikroskop
Mikroskop







Keterangan : Perbesaran 20 x 40
Sumber : Data Hasil Praktikum  Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.
Pembahasan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun tanpa mikroskop diperoleh hasil bahwa pada penacampuran antara tepung tapioka dan jagung menghasilkan warna kuning keputihan dan ukuran partikel dapat terlihat dengan jelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimd (2011), yang menyatakan bahwa warna yang akan dihasilkan yaitu perpaduan antara bahan pakan yang telah dicampurkan. Sedangkan untuk ukuran partikelnya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop sterio dengan kemampuan perbesaran 8-50 kali dan mikroskop compound dengan perbesaran 4-400 kali.   



Tabel 4. Tepung Rese
LABORATORIUM AGROSTOLOGI
FAKULTAS PETERAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
Tanpa Mikroskop
Mikroskop






Keterangan : Perbesaran 20 x 40
Sumber : Data Hasil Praktikum  Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.
Pembahasan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun tanpa mikroskop diperoleh hasil bahwa tepung rese merupakan bahan pakan yang mengandung protein, memiliki warna kuning kecoklatan dan ukuran partikelnya kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Ika (2011), yang menyatakan bahwa tepung limbah udang (rese) menjadi pakan ternak mengandung semua asam amino essensial, juga    sebagai sumber asam amino aromatik seperti fenilalanin dan tirosin yang    kandungannya lebih tinggi daripada tepung ikan, lisin   cukup tinggi yaitu 4,58% serta sumber asam amino bersulfur (S) dengan kandungan metionin sebesar     1,26 %.





Tabel 5. Bungkil Kelapa
LABORATORIUM AGROSTOLOGI
FAKULTAS PETERAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
Tanpa Mikroskop
Mikroskop







Keterangan : Perbesaran 20 x 40
Sumber : Data Hasil Praktikum  Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.
Pembahasan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun tanpa menggunakan mikroskop diperoleh hasil bahwa kelapa memiliki warna agak cokelat dan memiliki ukuran partikel yang sedang dan digunakan sebagai pakan ternak unggas khususnya ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimd (2011), yang menyatakan bahwa merupakan salah satu sumber protein yang digunakan dalam pakan ayam. Bungkil kelapa ini mengandung protein kasar sekitar 21,6%. Walaupun kandungan protein bungkil kelapa tergolong cukup tinggi, penggunaanya dalam pakan ayam perlu dibatasi karena tidaktersediaan dan ketidakseimbangan asam amino dan adanya zat penghambat yang mungkin berupa lignin atau bulkiness





Tabel 6. Subalan Antara Bungkil Kelapa dan Tepung Rese
LABORATORIUM AGROSTOLOGI
FAKULTAS PETERAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
Tanpa Mikroskop
Mikroskop






Keterangan : Perbesaran 20 x 40
Sumber : Data Hasil Praktikum  Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2011.
Pembahasan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun tanpa menggunakan mikroskop diperoleh hasil bahwa subalan antara bungkil kelapa dan tepung rese memiliki warna coklat  dan kuning kecoklatan memiliki ukuran partikel sedang. Kontaminasi atau subalan dari suatu bahan pakan dapat mempengaruhi kandungan nutrisi dari bahan pakan atau ransum. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Anonimd (2011), yang menyatakan bahwa pengujian dengan mengamati ukuran dan bentuk partikel bahan menggunakan alat mikroskop. Dalam uji mikroskopis metode TCE (Tetrachorethilene), mikroskop yang digunakan adalah mikroskop sterio dengan kemampuan perbesaran 8-50 kali dan mikroskop compound dengan perbesaran 4-400 kali. Dengan menggunakan alat tersebut ciri-ciri fisik bahan baku bisa diketahui lebih detail, sehingga jika ada kontaminasi bisa terdeteksi.
KESIMPULAN

Kesimpulan
Bersarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Ø  Bahwa tepung tapioka  merupakan suatu bahan yang digunakan sebagai pakan tambahan pada ternak, memiliki warna putih dan ukuran partikelnya yaitu halus.
Ø  Jagung kuning disamping mengandung karoten, juga menjadi sumber energi dalam ransum.  Jagung mempunyai kadar triptofan yang rendah.  Yang paling rendah adalah kadar methioninnya, kemudian lisin.
Ø  Subalan antara tepung tapioka dengan jagung memiliki warna kuning dan putih dan ukuran partikel yang dihasilkan begitu jelas.
Ø  Tepung rese merupakan bahan pakan yang mengandung protein, memiliki warna kuning kecoklatan dan ukuran partikelnya kecil.
Ø  Kelapa memiliki warna agak cokelat dan memiliki ukuran partikel yang sedang dan digunakan sebagai pakan ternak unggas khususnya ayam.
Ø   Subalan atau campuran antara bungkil kelapa dan tepung rese dapat mempengaruhi nilai nutrisinya, memiliki warna kecoklatan dan ukuran partikelnya hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop sterio.
Saran
            Sebaiknya mikroskop yang digunakan lebih baik sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal dan sebaiknya asisten juga menjelaskan patokan ukuran partikel yang sebenarnya.