TELUR MENJADI UNGGAS
Telur pada unggas mengandung banyak zat-zat makanan untuk persediaan perkembangbiakan embrio pada masa penetasan. Telur tidak ubahnya susu pada mamalia adalah hasil sekresi dari sistem reproduksi dan mekanisme endokrin, metabolik dan kimia faali. Bertelur sama dengan mekanisme laktasi. Telur unggas lebih besar dari pada telur mamalia, karena telur unggas harus mengandung makanan untuk perkembangan embrionik selama pertumbuhan di luar tubuh induk. Embrio unggas sangat tergantung pada zat makanan yang terdapat dalam telur. Karena itu lemak dari sudut kalori lebih pekat dari pada gula, maka telur lebih kaya akan lemak dari pada gula (dibandingkan dengan susu) (Anggorodi, 1984).
1. Yolk / Kuning telur
Kuning telur terdiri dari
badan berbentuk bola besar, dari 25 sampai 150 μm garis tengah, yang
terbagi-bagi adalah dalam suatu tahapan yang berkelanjutan. Yolk yang kecil
ukurannya sangat kecil diperkirakan berdiameter sekitar 2 μm. Kuning telur
berisi hanya sekitar 50% air. Sisa terdiri dari protein dan lipid dengan
perbandingan 1: 2; lipid yang ada dalam bentuk lipoprotein (Bell dan Freeman,
1971).
Lebih lanjut menyatakan pada umumnya sintesis protein kuning telur berasal dari hati atas rangsangan hormon oestrogen. Kemudian diangkut oleh darah nemuju indung telur (ovarium).
Dalam ovarium ayam petelur mengandung 1000 sampai 3000 folikel, ukurannya sangat bervariasi dari ukuran mikrokopik sampai sebesar satu kuning telur. Kuning telur yang lebih kecil mulai tumbuh dengan cepat sekitar 10 hari sebelum dilepaskan ke dalam infundibulum. Kuning telur diliputi oleh suatu membran folikuler, yang menempelkannya pada ovari. Membran ini memiliki suatu bagian yang terlihat hanya sedikit mengandung pembuluh darah. Bagian atau daerah itu disebut stigma. Inilah tempat dimana kuning telur robek dan melepaskan ovum pada saat ovulasi. Karena zat-zat makanan disalurkan melalui membran folikuler dari aliran darah menuju ke ovum, sejumlah darah kadang-kadang dilepaskan bersama-sama kuning telur itu karena tempat pecahnya tidak selalu tepat pada stigma. Inilah yang kadang menyebabkan munculnya suatu blood spot di dalam telur (James Blakely dan David, 1985).
2. Reproduksi pada ayam
Lebih lanjut menyatakan pada umumnya sintesis protein kuning telur berasal dari hati atas rangsangan hormon oestrogen. Kemudian diangkut oleh darah nemuju indung telur (ovarium).
Dalam ovarium ayam petelur mengandung 1000 sampai 3000 folikel, ukurannya sangat bervariasi dari ukuran mikrokopik sampai sebesar satu kuning telur. Kuning telur yang lebih kecil mulai tumbuh dengan cepat sekitar 10 hari sebelum dilepaskan ke dalam infundibulum. Kuning telur diliputi oleh suatu membran folikuler, yang menempelkannya pada ovari. Membran ini memiliki suatu bagian yang terlihat hanya sedikit mengandung pembuluh darah. Bagian atau daerah itu disebut stigma. Inilah tempat dimana kuning telur robek dan melepaskan ovum pada saat ovulasi. Karena zat-zat makanan disalurkan melalui membran folikuler dari aliran darah menuju ke ovum, sejumlah darah kadang-kadang dilepaskan bersama-sama kuning telur itu karena tempat pecahnya tidak selalu tepat pada stigma. Inilah yang kadang menyebabkan munculnya suatu blood spot di dalam telur (James Blakely dan David, 1985).
2. Reproduksi pada ayam
Pola reproduksi pada ayam
berbeda dengan mamalia terutama beberapa segi yang terpenting, ayam bertelur
dengan berirama bertelur, yaitu bertelur satu atau lebih pada hari yang
berurutan, kemudian diikuti satu hari istirahat. Ayam yang prolefik bertelur 5
butir atau lebih dalam satu irama bertelur (clutch).
Timbulnya clutch dikarenakan pembentukan telur diburuhkan total waktu 25 – 26 jam dan ovulasi berikutnya pada clutch yang sama terjadi 30 – 60 menit setelah ovulasi telur sebelumnya. Jadi karena ovulasi tidak terjadi secara teratur setiap siklus 24 jam, maka waktu ovulasi hari berikutnya pada clutch yang sama akan terlambat (Nalbandov, 1990).
Timbulnya clutch dikarenakan pembentukan telur diburuhkan total waktu 25 – 26 jam dan ovulasi berikutnya pada clutch yang sama terjadi 30 – 60 menit setelah ovulasi telur sebelumnya. Jadi karena ovulasi tidak terjadi secara teratur setiap siklus 24 jam, maka waktu ovulasi hari berikutnya pada clutch yang sama akan terlambat (Nalbandov, 1990).
3. Pengendalian Hormon Bertelur.
Reproduksi burung adalah
yang berkaitan dengan sistem pengendalian pada ayam yang sedang bertelur, yang
disebut hierarki folikuler yakni gradasi berat dan ukuran folikel. Hanya satu
folikel yaitu yang terbesar yang menjadi masak dan di ovulasikan dalam waktu
satu hari, segera setelah folikel ini pecah, kemudian nomor 2 terbesar tumbuh
menjadi besar, demikian seterusnya peristiwa tersebut terjadi berurutan.
Rincian permainan hormonal
antara ovarium dengan sistem hipotalamus-hipofiseal unggas semuanya jelas,
kecuali kita ketahui benar-benar ialah bahwa ovarium burung secara total
tergantung pada hormon Gonadotrofik yang berasal dari pituitari. Telah
diketahui bahwa hipotalamus dalam pengendalian pelapisan LH dan FSH hipofisa.
Diakuinya hipotalamus melalui cara pembedahan, tepatnya pada nuklei praoptik di
daerah paraventrikuler, ternyata dapat menghentikan ovulasi (Nalbandov, 1990).
4. Oviduk.
4. Oviduk.
Setelah ovulasi ovum
ditangkap oleh fimbria dan masuk kedalam infundibulum kuning telur akan berdiam
kurang lebih selama ¼ jam dan dibagian ini terjadi pertemuan dengan sel jantan,
setelah itu diteruskan ke magnum (Rasyaf, 1992). Lebih lanjut Nalbandov, (1990)
menuliskan bahwa disini telur menerima lapisan albumen. Sekresi albumen pada
magnum yang dikontrol oleh dua hormon. Hormon estrogen yang fungsi utamanya
menyebabkan perkembangan anatomi dan perkembangan kelenjar seluruh oviduk,
tetapi estrogen saja tidak dapat menyebabkan pembentukan calon albumen dalam
kelenjar, atau sekresi albumen sendiri ke dalam lumen magnum. Hormon yang kedua
dibutuhkan untuk kepentingan kedua-duanya, baik pembentukan atau sekresi
albumen.
Androgen dan progesteron
yang kedua-duanya beraksi terhadap magnum yang berkembang karena estrogen,
dapat menyebabkan pertumbuhan granula albumen dan pelepasan granula ini ke
dalam lumen. Setelah pertumbuhan magnum yang di prakarsai oleh estrogen dan
pembentukan granula albumen yang disebabkan baik androgen ataupun progesteron,
satu peristiwa lagi masih tertinggal yaitu sekresi albumen kedalam lumen. Hal
ini biasanya terpicu oleh adanya benda asing di magnum , apakah itu ovum
ataukah benda asing yang berada dalam magnum.
Setelah mendapat albumen
dalam perjalanan di magnum selama 2,5 jam atau 3 jam, telur bergerak ke
isthmus, disini disekersikan kerabang lunak. Bagian oviduk ini secara
histologis berbeda dengan magnum tetapi dikontrol oleh hormon yang sama, yang
beraksi dengan cara yang sama dan dalam rangkaian tahap yang sama, seperti yang
terjadi pada magnum. James Blakely dan David, (1985)mengemukakan di daerah
isthmus mendapat pelapisan membran yaitu membran luar dan membran dalam, dalam
keaadaan normal masing-masing membran menempel, kecuali pada suatu tempat
dimana membran tersebut berpisah yaitu pada ujung tumpul telur. Perpisahan
kedua membran tersebut membentuk suatu rongga udara. Telur tinggal di isthmus
selama kurang lebih 1,5 jam dan setelah menerima kerabang lunak dan air,
dikuatkan oleh Rasyaf (1992) dibagian ini ditambahkan pula Natrium, Kalsium dan
garam. Telur tersebut bergerak ke kelenjar kerabang atau yang dinamakan pula
uterus, telur tinggal di daerah ini selama kurang lebih 22 jam, dan kerabang
kapur disekresikan menyelubungi (Nalbandov, 1990).
Tabel 1. Rataan panjang bagian
pembentukan telur dan lama waktu proses berjalan
Bagian
|
Panjang (cm)
|
Waktu (jam)
|
Infundibulum
|
11,0
|
0,25
|
Magnum
|
33,6
|
3,00
|
Isthmus
|
10,6
|
1,25
|
Uterus
|
10,1
|
20,15
|
Vagina
|
6,9
|
0,15
|
Sumber
: Rasyaf 2003
5. Pengeluran Telur (Oviposisi).
Dalam kondisi normal telur
dibentuk bagian tumpul terlebih dahulu. Jika induk tidak terggangu pada saat
bertelur, sebagian besar telur akan dikeluarkan dengan ujung tumpul lebih dulu.
Hal ini tidak diketahui secara pasti sebabnya, tetapi diketahui bahwa sesaat
sebelum dikeluarkan, telur diputar secara horisontal (tidak ujung ke ujung),
180 derajat sesaat sebelum telur itu dikeluarkan. Ovulasi pada ayam secara
normal terjadi 30 menit setelah telur dikeluarkan. Interval waktu dapat
bervariasi antara 7 sampai 74 menit (James Blakely dan David, 1985). Lebih
lanjut menyatakan pengeluaran telur dirangsang oleh cahaya sehingga merangsang
dan meningkatkan suplai FSH. Hormon ini pada gilirannya melalui aktivitas ovari
mengakibatkan terjadinya ovulasi dan oviposisi.
6. Sifat Mengeram.
6. Sifat Mengeram.
Induk ayam mengeram
diakibatkan oleh pengaruh hormon prolaktin dari pituitari anterior, ayam
menghabiskan waktu dengan duduk diatas sarang dan menetaskan serta mengasuh
anak-anaknya. Bila sifat keibuan ini demikian kuat sehingga induk ayam terus
menerus duduk diatas sarang, hal ini merugikan karena pada saat mengeram ayam
tidak memproduksi telur (James Blakely dan David, 1985).
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
Bell D.J. and Freeman B.M., 1971. Physiology and
Biochemistry of the Domestic Fowl. Volume 3. Academic Press. London New York.
James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Soedarsono).
Nalbandov A.V., 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman).
James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Soedarsono).
Nalbandov A.V., 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman).
Rasyaf M., 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
------------- 2003. Beternak Ayam Petelur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
------------- 2003. Beternak Ayam Petelur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.