“PENYAKIT AKIBAT
GANGGUAN METABOLISME
OLEH KAUSA PARASIT”
NEMATODOSIS ALAT PENCERNAAN.
Nematodosis adalah
penyakit yang timbul akibat adanya investasi oleh cacing gilik atau Nematoda.
Cacing ini berada dalam alat percernaan (gastrointestinal) dan merampas
sari makanan yang dibutuhkan oleh induks emang (hospes), menghisap darah
dan cairan tubuh, serta memakan jaringanbtubuh. Disamping itu berbagai reaksi
tubuh dapat pula timbul akibat toksin (racun) yang dihasilkan oleh
cacing ini.Gangguan gangguan yang timbul akibat investasi cacing Nematoda
umumnya tidak menyebabkan kematian, namun ternak menjadi kurus, pertumbuhannya
terhambat, dan kondisi tubuhnya terganggu sehingga memudahkan timbulnya
penyakit lain.
1. Penyebab
Sampai saat ini telah diketahui
meliputi kurang lebih 50 jenis, namun beberapa jenis saja yang mempunyai arti
ekonomi yang penting antara lain:
♦ Cacing gelang Ascaris vitulorum (Neoascaris
vitulorum, Toxocara vitulorum). Cacing ini hidup didalam usus halus.
Infeksi karena cacing ini sering
terjadi menjelang kelahiran pedet. Infeksi yang terjadi pada pedet sangat serius, sedangkan untuk
sapi yang tua lebih tahan terhadap
infeksi.
♦ Cacing bungkul (Oesophagostomum
spp.)
Larva cacing ini
membentuk bungkul di usus halus dan usus besar, tetapi bentuk dewasa hanya
terdapat diusus besar.
♦ Cacing kait.
•
Bunostomum spp.
•
Agriostomum spp.
Cacing kait ini
menyerang usus halus sapi, domba dan kambing. Pada sapi disebabkan oleh B.
phblebotomum.
♦ Cacing lambung
• Haemonchus
spp
•
Micistocirrus spp.
Yang
paling dikenal adalah Haemonchus contortus, menyerang sapi, kambing dan
domba. Cacing ini dijumpai di abomasum. Oleh karena itu sering disebut sebagai
cacing lambung.
♦ Cacing rambut
•
Trichostrongylus spp.
•
Cooperia spp.
•
Ostertagia spp.
•
Nematodirus spp.
Cacing
ini dijumpai di usus halus, kecuali Trichostronylus axei dijumpai di
lambung.
2. Penularan
Pada
umumnya penularan melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh telur atau
larva cacing yang infektif. Ada juga penularan melalui penembusan kulit oleh
larva (misalnya: Bunostomum sp.)
3.
Tanda tanda penyakit
♦ Cacing gelang :
Tanda
tanda sering dijumpai pada anak sapi umur 2 sampai 20 minggu, dengan tanda tada
sebagai berikut :
-
Ternak mengalami diare, kotorannya tercium bau asam butirat.
-
Tidak ada nafsu makan, kulit kering, bulu berdiri dan ternak menjadi kurus.
-
Apabila terjadi komplikasi dengan penyakit lain ternak mengalami kematian
♦ Cacing bungkul :
•
Adanya bungkul bungkul didalam colon.
•
Nafsu makan turun, kurus.
•
Diare, tinja berwarna hitam, lunak berlendir dan kadang kadang terdapat darah segar.
• Ternak kelihatan anemia,
busung.
♦ Cacing kait
•
Cacing ini menempel pada dinding usus sangat kuat dengan gigi gigi yang tajam
serta memakan jaringan serta mengisap darah sehingga timbul anemia.
•
Nafsu makan turun, kurus, kulit kasar dan bulu kusam.
•
Kadang kadang ditemukan busung di bawah rahang (bottle jaw).
•
Diare berwarna coklat tua dan tinjanya lunak.
♦ Cacing lambung
•
Karena cacing ini berlokasi di lambung, maka gejala gejala diare jarang
terjadi.
•
Busung di bawah rahang bawah (bottle jaw).
♦ Cacing rambut
•
Kurus.
•
Diare berwarna hijau kehitaman.
4.
Pencegahan.
• Sanitasi kandang yang baik.
• Pemberian pakan yang berkualitas dan cukup
jumlahnya.
• Menghindari kepadatan ternak dalam
kandang.
• Pemisahan antara ternak dewasa dengan
muda.
• Menghindari tempat tempat yang becek.
• Pemeriksaan kesehatan ternak dan
pemberian obat cacing secara teratur.
5.
Pengobatan.
♦
Pengobatan ascariasis pada anak sapi dapat dilakukan pada umur 2 – 3 minggu,
kemudian diulangi 2 – 3 kali dengan selang waktu satu tahun.
♦
Pengobatan massal dilakukan 3 minggu setelah datangnya musim hujan, kemudian
diulangi dengan selang waktu 6 minggu sampai permulaan musim kemarau.
♦
Pengobatan terhadap penyakit cacing gastrointestinal dapat diberikan dengan
obat obat sebagai berikut:
•
Tetramison (bahan aktif: Tetramisole
HCl), dengan dosis:
-
Sapi: 10 mg/ Kg BB dan kambing/ domba: 7,5 mg/ Kg BB, diberikan secara IM/ SC.
-
Sapi : 15 mg/ Kg BB dan kambing/ domba : 12 mg/ Kg BB, diberikan peroral (
melalui mulut ).
•
Pipedon (bahan aktif: Piperazine),
dosis : 220 mg/ Kg BB, diberikan secara peroral (per tablet untuk berat badan 6
- 10 Kg).
•
Phenothiazine, dosis:
-
Sapi: 10 – 60 gram/ 50 Kg BB. (peroral).
-
Kambing/ domba: 12,5 – 50 gram/ 50 Kg BB (peroral).
•
Panacur (bahan aktif: Febendazole),
dosis:
-
Sapi: 7,5 mg/ Kg BB (peroral).
-
Kambing/ domba: 5 mg/ Kg BB (peroral).
•
Ivomec (bahan aktif: Ivermectin),
dosis:
-
Sapi, kerbau, kambing dan domba: 200 mg/ Kg BB. (Subcutaneus)
•
Monil (bahan aktif: 1.125
mg Albendazole/ bolus), dosis:
-
Sapi dengan berat badan > 75 Kg: 0.5 bolus.
-
Sapi dengan berat badan 75 – 150 Kg: 1 bolus.
-
Sapi dengan berat badan 150 – 300 Kg: 2 bolus.
-
Sapi dengan berat badan 300 – 450 Kg: 3 bolus
-
Sapi dengan berat badan 450 – 600 Kg: 4 bolus.
♦
Pengobatan secara tradisional sebagai berikut :
ü Tepung buah pinang dicampur dengan nasi
hangat, dikepal kepal, kemudian dipaksakan untuk dimakan oleh ternak.
ü Biji pinang segar digiling, ditambah
air 1 gelas. Diberikan setiap hari sampai sembuh.
ü Haluskan daun tembakau, kemudian
dicampur dengan 1 gelas air, diminumkan sehari sekali sampai sembuh.
ü Daun kelor yang sudah tua dibakar,
kemudian abunya dicampur air dan diminumkan. Pengobatan diulang 1 minggu
kemudian.
ü Tiga lembar daun pepaya dihaluskan,
kemudian dicampur dengan 1 gelas air dan 1 sendok teh garam. Diberikan setiap
hari sampai sembuh.
ü Daun waru segar (secukupnya)
dihaluskan, kemudian ditambahkan 1 sendok daun teh, campur dengan air.
Diberikan setiap hari sampai sembuh.
ü Daun jambu dihaluskan, ditambah air
secukupnya, kemudian diberikan kepada ternak sehari sekali sampai sembuh.
6.
Hubungan Kesehatan Masyarakat.
Ternak yang menderita nematodosis boleh
dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi.
PARASIT CACING
FASCIOLASIS
Nama lain : Distomatosis, Cacing Hati
Penyakit cacing ini bersifat kronis
pada sapi/ kerbau dan bersifat akut pada kambing dan domba. Cacing ini berada
dalam saluran empedu atau usus yang menyebabkan kerusakan hati. Kerbau yang
memiliki kebiasaan berendam dalam kubangan berpeluang besar untuk terkena infeksi
cacing ini. Kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit adalah: kerusakan hati yang
akan menyebabkan kematian, penurunan berat badan, pertumbuhan terganggu,
penurunan tenaga kerja dan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang
oleh penyakit lain.
1. Penyebab
Penyakit disebabkan oleh cacing Fasciola
gigantica dan Fasciola hepatica, yang hidup di dalam saluran empedu.
Bentuknya seperti daun sehingga disebut juga cacing daun
2. Penularan
Cara penularan Fasciola melalui
induk semang perantara yaitu siput genus Limnea. Cacing bertelur dalam saluran
empedu ternak dan dibawa oleh cairan empedu masuk kedalam usus yang kemudian
akan keluar bersama tinja. Bila cuaca cocok, maka telur akan memetas dan mengasilkan
larva stadium pertama atau mirasidium dalam waktu 9 hari. Mirasidium berenang
di air dengan menggunakan silia yang menutupi tubuhnya. Bila bertemu dengan
siput genus Limnea, mirasidium menembus jaringan siput membentuk sporosis.
Pada stadium lebih lanjut,
setiap
sporosis akan terbentuk menjadi 5 – 8 buah redia yang selanjurnya
akan membentuk serkaria dan kemudian diikuti oleh stadium akhir metaserkaria
yang infektif. Ternak (sapi, kerbau, kambing dan domba) akan terinfeksi
oleh penyakit ini apabila makan rumput yang mengandung metaserkaria. Setelah metaserkaria termakan
oleh ternak, akan menembus dinding usus dan tinggal dalam hati yang akan
berkembang selama 5 – 6 minggu. Dalam tahap akhir larva cacing akan memasuki
saluran empedu untuk tumbuh menjadi dewasa.
3. Tanda tanda penyakit :
v Adanya
gangguan pencernaan berupa konstipasi/ sembelit kemudian disertai dengan adanya
daire (mencret).
v Kurus,
lemah, bulu berdiri, depresi, bagian perut membesar.
v Anemia,
selaput lendir pucat kekuningan.
v Bentuk
kronis menyebabkan ternak mengalami penurunan produktifitas dan hambatan
pertumbuhan terutama pada anak.
v Terjadi
busung/ oedema di bawah rahang dan bawah perut
Skema daur hidup cacing Fasciola hepatica)
4. Pencegahan.
Ø Memberantas
induk semang perantara/ siput (memotong siklus hidup cacing) dengan penggunaan Mollusida
(secara kimiawi).
Ø Memberantas
siput secara biologis dengan pemeliharaan itik.
Ø Rotasi
lapangan rumput,
Ø Memperbaiki
sistim pengairan supaya memungkinkan diadakan pengeringan.
Ø Ternak
sakit jangan dilepas di padang penggembalaan atau jangan melepaskan ternak
sehat di padang penggembalaan yang tercemar.
Mollusida yang dapat dipergunakan
antara lain :
Natrium pentachloropenate,
dengan dosis : 9 Kg di dalam 3.600 liter air untuk tiap hektar
Cooper pentachloropenate,
dengan dosis 9 Kg di dalam 3.600 liter air untuk tiap hektar.
Bayer 73
(2 g – hydroxy – 5, 2 dichloro – 4 diniter – benzanilide),
dengan dosis 2 gram di dalam 2.000 liter air untuk tiap hektar. Mollusida tersebut
diatas hendaknya disemprotkan sewaktu lapangan berair. Selanjutnya selama 3 - 5
hari lapangan tidak boleh dipakai untuk penggembalaan.
5. Pengobatan
Secara umum
pengobatan dilakukan selama 3 kali pemberian yaitu :
•
Pada permulaan musim penghujan.
•
Pada pertengahan musim penghujan.
•
Pada akhir musim penghujan.
♦ Obat
obatan yang diberikan antara lain :
•
Dovenix (
bahan aktif: Nitroxynil ), dosis: 10 mg/ Kg berat badan (1 ml untuk 25
Kg berat badan) diberikan secara Subcutan.
• Bilevon (bahan
aktif Meniclopholan), dosis 3 mg/ Kg berat badan diberikan peroral.
• Monil (
bahan aktif: Albendazole ), diberikan secara per-oral dengan dosis:
⇒ Sapi
dengan berat badan < 150 Kg : 1,5 bolus.
⇒ Sapi
dengan berat badan 150 – 300 Kg : 3 bolus.
⇒ Sapi
dengan berat badan 300 – 400 Kg : 4 bolus.
⇒ Sapi
dengan berat badan > 400 Kg : 5,5 bolus.
• Carbontetrachlorida,
dosis : 50 mg/ Kg berat badan diberikan secara subcutan, atau 1- 5 ml/ ekor
diberikan secara peroral.
6. Hubungan Kesehatan Masyarakat
§ Ternak
dapat dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi. Pemotongan ternak harus dibawah
pengawasan Dokter Hewan berwenang atau petugas kesehatan hewan/ petugas RPH.
§ Hati
ternak yang terserang Fasciola akan mengalami kerusakan, oleh karena itu
hati yang rusak dibuang, sedang bagian hati yang baik dapat dikonsumsi.
§
Fasciolosis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
cacing Fasciola sp. Pada umumnya yang banyak ditemukan di Indonesia
adalah Fasciola gigantica. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya
bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kerugian
akibat fasciolosis ditaksir 20 Milyard rupiah / tahun yang berupa : penurunan
berat badan serta tertahannya pertumbuhan badan, hati yang terbuang dan
kematian. Disamping itu kerugian berupa penurunan tenaga kerja dan daya tahan
tubuh ternak terhadap penyakit lain yang tidak terhitung.
Etiologi
Fasciola sp,
hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan Jaringan hati dan
darah.
Siklus Hidup
Telur fasciola masuk ke dalam duodenum
bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar tubuh ternak
telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke tubuh siput
muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di dalam tubuh
siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria
akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang cocok,
serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak akan
terinfeksi apabila minum air atau makan tanaman yang mengandung kista.
Gambar
1. Siklus Hidup Fasciola hepatica (Christensen, 2005)
Ternak Rentan
Ternak yang rentan terhadap Fasciolosis
adalah sapi, kerbau, kambing dan ruminansia lain. Ternak berumur muda lebih
rentan daripada ternak dewasa.
Gejala Klinis
Pada Sapi penderita akan mengalami
gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang
kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak
terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas. Pada Domba dan
kambing, infeksi bersifat akut, menyebabkan kematian mendadak dengan darah
keluar dari hidung dan anus seperti pada penyakit anthrax. Pada infeksi yang
bersifat kronis, gejala yang terlihat antara lain ternak malas, tidak gesit,
napsu makan menurun, selaput lendir pucat, terjadi busung (edema) di antara
rahang bawah yang disebut “bottle jaw”, bulu kering dan rontok, perut
membesar dan terasa sakit serta ternak kurus dan lemah.
Kelainan Pasca Mati
Pada kasus akut akan ditemukan
pembendungan dan pembengkakan pada hati, terdapat ptechie pada permukaan maupun
sayatan hati, kantong empedu dan usus mengandung darah. Pada kasus kronis,
terlihat saluran empedu menebal dindingnya, mengandung parasit dan seringkali
batu, disamping itu ditemukan pula anemia, kekurusan dan hati mengeras (sirosis
hati).
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala
klinis, identifikasi telur cacing di bawah mikroskopdan pemeriksaan pasma mati
dari ternak yang mati.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa
dilakukan, antara lain memberantas siput secara biologik, misalnya dengan
pemeliharaan itik/bebek, ternak jangan digembalakan di dekat selokan (genangan
air) dan rumput jangan diambil dari daerah sekitar selokan.
Pengobatan
Pengobatan secara efektif dapat
dilakukan dengan pemberian per oral Valbazen yang mengandung albendazole, dosis
pemberian sebesar 10 - 20 mg/kg berat badan, namun perlu perhatian bahwa obat
ini dilarang digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan, karena menyebabkan
abortus. Fenbendazole 10 mg/kg berat badanatau lebih aman pada ternak bunting.
Pengobatan dengan Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil dirasakan
cukup
efektif juga untuk trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah 0,4 ml/kg berat
badan dan diberikan secara subkutan.Pengobatan dilakukan tiga kali setahun.
Diagnosis Banding
Penyakit Anthrax sering kali mirip
dengan haemonchosis. Diagnosis terhadap Anthrax diteguhkan jika terlihat
perdarahan dari hidung dan anus pada infeksi akut kambing dan domba. Pada
Haemonchosis, diagnosis didasarkan pada terlihatnya gejala bottle Jaw.
§
Nematodosis
Nematodosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing Nematoda atau cacing gilig. Di dalam saluran pencernaan
(gastro intestinalis), cacing ini menghisap sari makanan yang dibutuhkan oleh induk
semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan jaringan tubuh.
Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan sumbatan (obstruksi)
usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai akibat toksin yang
dihasilkan. Pada ternak ruminansia telah diketahui lebih dari 50 jenis spesies,
tetapi hanya beberapa spesies yang mempunyai arti penting secara ekonmis,
antara lain sebagai berikut :
a. Haemonchus contortus
Penyakit yang disebabkan oleh cacing Haemonchus
contortus disebut Haemonchosis.
Panjang cacing Haemonchus contortus betina antara 18 – 30 mm dan jantan
sekitar 10 – 20 mm. Pada cacing betina secara makroskopis usus yang berwarna
merah berisi darah saling melilit dengan uterus yang berwarna putih. Cacing
dewasa berlokasi di abomasum domba dan kambing.
Siklus Hidup
Siklus hidup Haemonchus contortus dan
Nematoda lain pada ruminansia bersifat langsung, tidak membutuhkan hospes
intermediet. Cacing dewasa hidup di abomasum,
memproduksi
telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama pengeluaran feses. Di luar
tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan menjadi larva. Larva
stadium L1 berkembang menjadi L2 dan selanjutnya menjadi L3 , yang merupakan
stadium infektif. Larva infektif menempel pada rumput-rumputan dan teringesti
oleh
domba.
Selanjutnya larva akan dewasa di abomasum.
Gambar
3. Siklus Hidup Haemonchus spp (Whittier, et al., 2003)
Kerugian
Haemonchus adalah
cacing penghisap darah yang rakus, setiap ekor per hari menghabiskan 0,049 ml
darah, sehingga menyebabkan anemia. Anemia berlangsung melalui 3 tahap, yaitu
tahap I, 3 minggu setelah infeksi ternak akan kehilangan darah dalam jumlah
besar, hal ini merupakan tahap akut, tahap II, antara 3 – 8 minggu setelah
infeksi,
kehilangan darah dan zat besi ternak berlangsung terus tetapi masih diimbangi oleh
kegiatan eritropoetik, dan tahap III, terjadi kelelahan sitem eritropoetik yang
disebabkan oleh kekurangan besi dan protein, dan hal ini merupakan tahap
kronis.
Gejala Klinis
Anemia merupakan gejala utama dari
infeksi Haemonchus bersamaan dengan kehilangan darah dan kerusakan usus.
Terlihat busung di bawah rahang , diare, tapi kadang-kadang kambing sudah mati
sebelum diare muncul. Gejala lain yang menonjol,
yaitu
: penurunan berat badan, pertumbuhan yang jelek dan penurunan produksi susu.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala
klinis, identifikasi telur-telur cacing di bawah mikroskop, serta bedah bangkai
pada ternak yang mati juga akan membantu penetapan
diagnosis.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan
adalah jangan menggembalakan ternak
terlalu
pagi, pemotongan rumput sebaiknya dilakukan siang hari, pengobatan secara teratur
dan mengurangi pencemaran tinja terhadap pakan dan air minum.
Pengobatan
Pengobatan yang bisa diberikan berupa
kelompok benzilmidazole, antara lain albendazole dengan dosis 5 – 10 mg/kg
berat badan, mebendazole dengan dosis 13,5 mg/kg berat badan dan thiabendazole
dengan dosis 44 – 46 mg/kg berat badan. Albendazole dilarang dipakai pada 1/3
kebuntingan awal. Mebendazole dan thiabendazole aman untuk ternak bunting,
tetapi thiabendazole sering menyebabkan resistensi.
b.Toxocara vitulorum (Neoascaris
vitulorum)
Cacing Toxocara vitulorum termasuk
klas Nematoda yang memiliki kemampuan
lintas
hati, paru-paru dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm
dan
lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dab memiliki
dinding yang tebal. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi
di usus kecil.
Siklus Hidup
Telur dalam tinja tertelan oleh sapi
atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi laeva. Larva kemudian bermigrasi
ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasenta dan masuk ke cairan
amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum.
Cara Penularan
Terdapat tiga cara penularan cacing Toxocara
vitulorum, antara lain makan telur,
tertelan
tanpa sengaja, lewat plasenta pada saat fetus dan lewat kolustrum pada waktu menyusu
induknya.
Gejala Klinis
Pada anak sapi atau kerbau terjadi
diare dan ternak menjadi kurus. Pernah dilaporkan juga bisa menyebabkan
kematian. Anak sapi yang tetap hidup akan mengalami gangguan pertumbuhan.
Diagnosis
Pemeriksaan telur cacing dalam tinja
merupakan cara diagnosis adanya cacing ini.
Pengobatan dan pencegahan
Upaya pengobatan cacing ini adalah
dengan pemberian piperazin. Pengobatan secara teratur pada anak sapi dan
menjaga kebersihan kandang merupakan tindakan pencegahan yang diharuskan.
c. Oesophagostomum sp.(cacing
bungkul)
Cacing bungkul dewasa hidup di dalam usus
besar. Disebut cacing bungkul karena bentuk larva cacing ini dapat menyebabkan
bungkul-bungkul di sepanjang usus
besar.
Ukuran rata-rata cacing bungkul dewasa betina antara 13,8 – 19,8 mm dan Jantan
antara
11,2 – 14 5 mm. Gejala klinis yang ditemukan antara lain kambing kurus, napsu
makan hilang, pucat, anemia dan kembung. Tinja berwarna hitam, lunak bercampur
lendir atau darah segar.
d. Bunostomum sp (cacing kait)
Lokasi
hidup cacing kait adalah di dalam usus halus kambing dan domba. Panjang caing
jantan kira-kira 12 – 17 mm dan betina kira-kira 19 – 26 mm. Dikenal dengan cacing
kait karena pada bagian ujung depan (kepala) cacing membengkok ke atas sehingga
berbentuk seperti kait. Gejala klinis yang bisa diamati antara lain ternak
mengalami anemia, terlihat kurus, kulit kasar, bulu kusam, napsu makan turun,
tubuh lemah. Tinja lunak dengan warna coklat tua. Perlu diketahui bahwa cacing Bunostomum
sp menempel kuat pada dinding usus. Cacing memakan jaringan tubuh dan
darah, sehingga walaupun jumlah cacing hanya sedikit, namun ternak cepat
menunjukkan gejala klinis yang nyata.
e. Trichostrongylus sp (cacing
rambut)
Cacing kelompok ini ukurannya sangat
kecil dan hidup di dalam usus halur kambing dan domba. Dinamakan caing rambut
karena tebalnya kurang lebih sama dengan rambut, sedangkan panjangnya kurang
dari 10 mm. Telur cacing yang keluar bersama tinja akan berkembang menjadi
larva apabilasusana di luar, seperti kelembaban, suhu, oksigen cukup
menguntungkan bagi kehidupannya, misalnya adanya tumpukan feses. Pada keadaan
tersebut larva akan berkembang menjadi larva infektif. Di tempat penggembalaan
larva dapat hidup sampai 6 bulan. Kepekaan ternak terhadap serangan cacing ini
tergantung beberapa faktor, antara lain umur, kualitas pakan, genetik dan
pengaruh luar, misalnya pemberian obat-obatan. Kambing muda dan kualitas pakan
yang jelek akan lebih peka terhadap serangan cacing.
Gejala klinis yang bisa diamati adalah
ternak muda terlihat pertumbuhan terhambat, mencret dengan warna tinja hijau
kehitaman, kurus dan diakhiri kematian. Ternak bisa tertular cacing ini dengan
cara menelan telur berembrio yang terdapat di rumput-rumputan atau dengan cara
menelan larva infektif atau larva menembus kulit.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit
nematodosis, antara lain berupa pemberian pakan kualitas tinggi dengan
kuantitas yang cukup, menghindarkan berjubelnya ternak dalam satu petak
penggembalaan, memisahkan ternak berdasarkan umur, menghindarkan ternak dari
tempat-tempat becek, selalu memelihara kebersihan kandang dan lingkungan
peternakan dan melakukan pemeriksaan feses dan pengobatan
terhadap
cacing secara teratur.
Cestodosis
Cacing Moniezea merupakan cacing
Cestoda yang sering menyerang kambing. Cacing ini memiliki panjang tubuh bisa
mencapai 600 cm dan lebar 1 – 6 cm. Bentuk cacing pipih, bersegmen dan berwarna
putih kekuningan. Cacing ini jarang menimbulkan masalah, kecuali jika menyerang
anak kambing yang sangat muda dan dalam jumlah yang besar. Tungau digunakan
sebagai inang antara bagi cacing.
Siklus Hidup
Cacing pita dewasa hidup dalam usus
kambing dan domba akan melepaskan segmen yang masak bersama tinja, segmen
tersebut pecah dan melepaskan telur . Telurtelur cacing dimakan oleh tungau
tanah yang hidup pada akar tumbuhan. Telur-telur dalam tubuh tungau menetas
menjadi larva. Kambing/domba memakan tungau bersamasama akar tanaman, seingga
larva akan tertelan dan tumbuh menjadi dewasa di usus.
Gejala Klinis
Gejala yang terlihat pada kambing
penderita, antara lain badan kurus, bulu kusam, selaput mata terlihat pucat,
anemis, terdapat gejala edema dan mencret. Biasanya potongan segmen yang matang
keluar bersama tinja atau kadang menggantung di anus.
Diagnosis
Terlihatnya segmen yang menggantung di
anus atau adanya potongan segmen cacing bersama tinja dan disertai dengan
gejala klinis cukup memberikan petunjuk adanya infeksi cacaing Moniezea pada
kambing. Apabila potongan cacing tidak ditemukan, maka diagnosis didasarkan
dengan pemeriksaan telur cacing di bawah mikroskop.
Pencegahan
Sebagai upaya pencegahan dan
pemberantasan terhadap cacing Moniezea, selain tindakan pengobatan pada ternak
yang sakit, juga harus dilaksanakan pemberantasan terhadap insekta (serangga)
yang dapat digunakan sebagai inang antara.
Pengobatan
Bisa
diberikan preparat obat, antara lain : albendazole, oxfendazole 5 mg/kg berat badan,
cambendazole 20 – 25 mg/kg berat badan, fenbendazole 5 – 10 mg/kg berat badan atau
mebendazole 13,5 mg/kg berat badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar